Faiz
Kenal
Faiz? Anak kelas satu SMA Darus Salam yang doyan mengenakan baju lengan
panjang kotak-kotak itu? Bahkan dia meng-claim Jokowi sebelum kampanye
mengunjungi dia terlebih dahulu. Dia lumayan ngetop, lho! Serius. Kalau
kebetulan kamu mampir ke rumahnya dan menyebut namanya, pasti orang
seisi rumah pada tahu semua. Itu kan membuktikan bahwa dia cukup ngetop.
Setidaknya, ya... di antara orang seisi rumahnya. Model anaknya seperti
kebanyakan remaja sekarang, kurus dan kurang tinggi. Tampangnya
lumayanlah, daripada kejepit pintu. Yang menarik sih model rambut dengan
rambut depan yang tidak botak dan tidak pula panjang, ABCD (ABRI Bukan
Cepak Doang).. “Biar kayak mike tyson gitu,” sahutnya ge-er.
“Eh, kamu dari belakang malah kayak Mick jagger deh,” begitu
teman-temannya sering memujinya, “tapi kalo dari samping, kok kayak
mikrolet... ?”
Dan Faiz tak pernah merasa tersinggung diledek begitu.
Bila kamu kebetulan sempat memperhatikan dengan lebih saksama lagi,
kamu akan melihat dia selalu membawa permen karet ke mana dia pergi.
Jangan sekali-kali minta, karena dia terlalu pelit untuk memberikan
makanan-makanan yang sangat dia sukai. Kecuali kalau kamu tukar dengan
coklat yang harganya tentu lebih mahal. Dan Faiz hanya akan memakan
permen karetnya saat dia merasa grogi, bingung, atau tidak mempunyai
makanan lain yang bisa dia minta dari temannya secara gratis. Curang,
ya? Dia memang begitu. Dan satu hal yang jelek, dia tak pernah bisa
menghilangkan kebiasaan buruknya untuk menempelkan bekas permen karet
pada bangku sebelahnya yang kosong di bis kota. Entah berapa korban yang
telah dirugikannya. Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui, dia
mempunyai sifat yang sangat pendiam. Terutama kalau lagi tidur. Tapi
nggak tentu juga. Dia bisa menjadi orang yang begitu cerewet jika
berkumpul dengan orang-orang yang disukainya.
Dan seperti
kebanyakan remaja lainnya, dia pun amat menyukai musik. Semua musik,
kecuali musik ilustrasi film horor. Dia tak bisa melepas kebiasaannya
untuk bernyanyi kalau lagi jalan-jalan. Lagu yang paling dia sukai
adalah Shalawatan dan Lagu-lagu Religi, oh iya dia juga termasuk salah
satu Habib Hunter (Pemburu Habib) Dia punya Slogan, “dimana Habib ada
disitu kami ada karena kami habib mania” Soal menyanyi jangan ditanya?
Kalau sudah menyanyi, teman sebelahnya akan terkejut dan menatap cemas
padanya, “Kamu lagi batuk, ya?”
Dia juga suka menulis
artikel dan kadang juga cerpen di majalah remaja. Keahlian ini mungkin
satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Karena dengan
begitu, dia tak pernah minta uang dari ibunya kecuali kalau terpaksa
(malangnya, dia justru sering berada dalam keadaan terpaksa harus minta
uang pada ibunya). Tapi ibunva yang baik hati itu tak pernah kesal.
Sebab kalau lagi punya uang banyak, Faiz sering memberikan sebagian
kepada ibunya. Jadi muter-muterlah, kalau ada kasih kalau tidak ada
minta, ada yang kasih, tidak ada ya minta, jadi minta kasih dan kasih
minta. (alah apaan sih?).
* * *
Seperti hari-hari
sebelumnya, pagi itu Faiz bengong nungguin bis di terminal Lebak Bulus.
Sejak rumah orang tua nya pindah ke Kalimalang (eh, tau Kalimalang, kan?
ltu lho, dekat Kalifornia...), Faiz memang merasa dirugikan. Dia harus
rela berkorban untuk bangun pagi-pagi merajut mimpinya di sekolah.
Bis-bis yang lewat sekolahnya sudah sarat dengan penumpang. Walhasil,
faiz terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti
agak jauh di depan. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Faiz
termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau
sopirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan
(hehehe...)
Dan saat itu, Faiz masih asyik ber-bengong-ria.
Saking lamanya nunggu bis, muka udah kaya terminal face. Mana bawaannya
lumayan banyak seperti orang yang mau pulang- kampung. lni gara-gara
guru biologi yang menyuruh bawa contoh-contoh tanaman, baju praktek, dan
barang-barang lain umuk praktikum biologi siang nanti.
Bis
yang ditunggu muncul. Maka seperti para transmigran lain, Faiz dengan
semangat ’45 turut berpartisipasi membudayakan lari pagi dalam rangka
mengejar bis kota. Lumayan, Faiz bisa menyusup ke dalam, berdesakan
dengan seorang gadis manis berseragam sekolah. Dan ini memang merupakan
satu-satunya nikmat yang diberikan Tuhan buat orang-orang seperti Faiz.
Hanya pada saat itu Faiz berani menyentuh cewek, mencium bau parfumnya
dan sekaligus mengajaknya ngobrol. Siapa tau jodoh
* * *
Dan tak terlalu aneh memang kalau Faiz pun mempergunakan kesempatan
itu. Setelah berlagak tak sengaja nginjek kaki cewek manis itu, Faiz
dengan wajah memelas mencoba memulai komunikasi dengannya. Meski kata
orang, menjalin komunikasi itu bisa dengan beberapa cara, tetapi rasanya
cara inilah yang paling tepat buat Faiz.
“Eh, maaf, ya.
Nggak sengaja. Abis didorong-dorong, sih. Sakit, ya?” ekspresi Faiz
benar-benar sempurna menunjukkan rasa penyesalannya. Wah, ada bakat jadi
aktor watak dia.
“Enggak. Enggak sakit. Injek aja terus! ”
sahut cewek itu dingin. Faiz kaget. Berkat sandiwaranya yang kurang
sempurna, dia sampai Iupa mengangkat kakinya yang menginjak kaki cewek
itu.
“Eh, kamu marah, ya?” Wajah Faiz penuh penyesalan. Kali ini serius.
Gadis itu tersenyum.
Oh. God, ini kesempatan baik.
“Nama kamu siapa?” tanya Faiz lagi setelah beberapa saat saling
membisu. Gadis itu sedikit heran mendengar pertanyaan yang rada ‘lain’
itu. Dasar cowok, abis nginjek minta kenalan. Beberapa saat dia cuma
memandang Faiz. Faiz jadi serba salah sendiri. Jadi mikir, apa dosa
nanya begitu? Saya Rifa. Kamu siapa?” sahutnya balik bertanya.
“Saya Faiz,” jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak.
Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik, dan
makanan favorit.
Di luar jalanan macet. Pagi-pagi begini
memang banyak orang yang bertugas. Tapi Faiz sama sekali tidak mengutuki
keadaan itu. Malah bersyukur. Dan di Senayan, seseorang turun.
Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Rifa. Faiz pun segera
menitipkan bawaannya yang banyak kepada Rifa. Contoh-contoh tanaman
serta diktat yang besar-besar.
Tapi sial! Di sebelah Rifa
ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Rifa. jauh
lebih agresif dari Faiz. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama
sekali tidak Lucu menurut Faiz, tapi bisa membuat Rifa tertawa-tawa
kecil. Faiz mengutuki Rifa yang begitu mudah akrab dengan cowok itu,
sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.
Dan dia terus menggerutu sampai ke lupaan turun. Akhirnya dengan
tergesa-gesa. Faiz pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat
ke pintu bis. “Kiri! Kiri, Bang!” teriaknya sambil menggedor gedor
pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya. “Sial, lu! Bukan dari
tadi bilangnya!”
Faiz melompat turun sambil meledek
kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga!
Barang barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Faiz Iangsung
balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu
dan derunya bis. Faiz habis memaki maki. Dasar cewek pembawa petaka!
Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo
akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu.
Wah,
rasanya mau teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di
hatinya. Tapi situasi tak mengizinkan. Banyak anak-anak sekolah yang
lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila. Jalan paling aman ialah
memakan permen karet dan menggigitnya keras-keras. Dia nyesel, kenapa
tadi rambutnya si Rifa nggak ditempelin permen karet saja, biar tahu
rasa!
“Hei... Faiz!!!!” dari kejauhan terdengar suara cewek
memanggil. Faiz segera menoleh. Eh, itu Rifa sambil mengacung-acungkan
tanaman serta diktatnya.
“Kamu lupa bawa ini, ya?”
teriaknya lagi. Wajah Faiz berubah cerah. Lho. Rifa kan harusnya turun
di Gintung, kok dia bela-belain ngebalikin barang-barang itu sih?
pikirnya.
“Wah, makasih banget, Fa ! Bawa sini dong!” sahut
Faiz girang sambil menghampiri Rifa, tetapi Rifa malah menjauh sambil
tertawa-tawa. ”Ayo, tangkap dulu, dong. Hahahaha .... “
Dan Faiz pun mengejarnya dengan mudah. Hm, romantisme ndeso! Mereka pun tertawa-tawa.
“Kamu sombong ya, turun nggak bilang bilang!” sahut Rifa
terengah-engah. Faiz cuma mencibir. “Kamu sih keasyikan ngobrol sama
cowok itu. Jadi ngelupain saya!” balas Faiz.
“Idih, cemburu, ya?”
“Nggak!!” jawab Faiz dengan wajah memerah. Tapi akhirnya Faiz pun
dengan setia menemani Rifa menunggu bis yang akan lewat berikutnya.
Nggak peduli bel sekolah yang berdentang di kejauhan. Dan dia malah
bersyukur ketika bis yang ditunggu takkunjung tiba.
Selepas
saat itu muncul secercah harapan baru yang membuat Faiz semangat untuk
bnagun pagi dan berangkat ke sekolah. Sungguh tindakan bodoh, berangkat
ke sekolah dengan niat untuk bertemu dengan gadis pujaannya.
Mudah-mudahan cerita ini tidak terjadi dengan kita.
00.14 Klapanunggal,10 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar