Sabtu, 09 Maret 2013

MAKHLUK CANTIK DI DALAM TRANS-JAKARTA

Anak-anak kelas dua belas punya kebiasaan baru.

Tepat jam satu tengah hari bolong, mereka selalu tampak asyik menunggu trans jakarta jurusan Lebak Bulus. Faiz, Mustofa, Roni, dan Arfan. Rada aneh juga, rumah mereka jadi mendadak pada pindah ke Shelter Lebak Bulus semua. Selidik punya selidik, ternyata mereka itu lagi ngejar cewek. Nggak tahu anak sekolah mana. Yang pasti setiap jam satu, wajah manisnya selalu nampak di jendela Trans jakarta jurusan Lebak Bulus-Kampung Rambutan, dekat pintu depan. Matanya yang bulat bersinar, rambutnya yang panjang terurai dengan tubuh yang mungil, sempat membuat cowok-cowok kece SMA Darus Salam itu terkagum-kagum.

Mereka melihatnya tiga hari yang lalu. Ketika mereka punya rencana mau makan-makan di Lebak Bulus Junction, dalam rangka memperingati hari yang paling bersejarah dalam kehidupan Roni, karena dia berhasil memenangkan hadiah salah satu akun kuis di twitter setelah delapan belas kali ikut. Dan saat itu mereka berempat secara serempak melongo di pintu Trans Jakarta, mengagumi makhluk cantik yang duduk dengan manisnya di dekat jendela. Penjaga shelter yang bawaannya nggak mau sabar, sempat gahar juga, "He, lu pada niat nggak sih naek bas-wey? Kok terbengong-bengong begitu?"

Faiz cs yang kaget dibentak begitu, menjawab serempak, "Kita lagi berdoa dulu kok biar selamet di jalan."

Dan sejak itu, setiap malam, mereka punya mimpi yang sama. Tentang gadis di dalam Trans Jakarta.

Makanya hari-hari berikutnya, mereka jadi sering kedapetan menunggu Trasn Jakarta jurusan Lebak Bulus. Setiap ada teman yang tanya, mereka serempak menjawab mau shopping ke Lebak Bulus point’s Square.
"Kok tiap hari shopping-nya?"
"Maklumlah, namanya juga orang kaya."
Dan sang penanya pun langsung berlalu dengan wajah dongkol.

Trasn Jakarta yang ditunggu datang, dan mereka berempat serempak bangkit dengan semangat. Tak peduli Trasn Jakarta tersebut sudah penuh sesak, mereka tetap bela-belain mengejarnya.

"Stop, Bang! Stop!" teriak mereka sambil berlompatan ke dalam Trasn Jakarta yang enggan berhenti (karena mungkin tidak terima Trans jakarta di naiki makhluk-makhluk seperti ini). Sang penjaga shelter melirik jengkel pada mereka. Bukan apa-apa, makhluk-makhluk ini kalau naik bis pada ribut sekali. Padahal bayarnya cuma noceng. Dia apal betul. Terutama dengan Faiz yang selalu mengulum permen karet. Atau Roni, playboy SMA Darus Salam yang wajahnya gabungan antara Rico Ceper dan Benyamin (wah, mentok banget deh!)

Dan seperti ramalan sang kondektur, kala penumpang sudah banyak yang turun, makhluk-makhluk SMA Darus Salam itu mulai menggoda-goda cewek tadi dengan ributnya.

"Hei, Cewek, kenalan dong. Nama saya Roni. Cowok paling kesohor di SMA Darus Salam. Pernah jadi cowok sampul majalah ----- Bobo. Saya punya motor bebek merah, yang sekarang --karena satu dan lain hal-- lagi ngadat nggak bisa dipakai. Mungkin tali kipasnya putus (bego juga si Roni ini, motor mana ada tali kipasnya?). Tapi jangan kuatir, motor saya yang lainnya banyak kok. Tinggal pilih aja mau pake yang mana. Setiap hari ganti-ganti. Di samping itu, saya ini bintang film lho. Saya sering nongol di tipi dalam acara..."
"Animal on Discovery Channel!" celetuk Arfan dari belakang.
"Bukan! Alam Lain!" Faiz ikutan ngomong, membela Roni.

Roni melotot sewot ke arah Faiz dan Arfan yang cekikikan.
"Jangan dengarkan mereka, Cewek manis. Maklum aja, orang top memang banyak yang nyirikin. Tapi saya udah biasa. Nah mau kan kenalan sama saya?"

Cewek itu tak bereaksi. Cuma senyum dikit.
"Jangan mau sama Roni, Cewek manis. Doi jarang jajan. Mending sama saya aja. Nama saya Arfan. Orangnya rada malu-malu kayak kucing, tapi lebih ngetop daripada Roni. Saya juga sering nongol di film-film cookies itu loch FTV, sebagai peran utama..."
"Bo'ong! Jangan percaya!" Faiz berteriak dari belakang. "Dia itu sebetulnya yang jadi Pak Ogah di cerita Laptop Si Unyil!"
Arfan ngamuk-ngamuk.
"Enggak, saya bener. Masak kamu nggak ngenalin wajah saya yang begini familiar, sih? Look at me!"

"Iya, dia memang main di FTV. Tapi cuma jadi stuntman. Jadi kalau kebetulan pas ada adegan orang digebukin, nah, dialah yang dipakai. Mendingan sama saya aja. Nama saya Faiz. Punya dua grup hadhroh loch. Saya ini orangnya sederhana, apa adanya, nggak kayak Roni yang..."
"Dodol! Kok saya terus yang dijadikan kambing hitam?!" protes Roni.

"Emang lu kambing!" balas Faiz cuwek.
"Sori, tadi ada gangguan teknis. Sampai di mana tadi? Oya, saya ini orangnya sederhana. Padahal sebetulnya saya ini orang kaya lho. Gimana nggak kaya, saya kalo abis mengulum permen karet, langsung dibuang, nggak pernah ditelen. Jadi sekali pakai, langsung buang. Nggak kayak Roni, suka dipungut dan dikunyah lagi."

Sekarang giliran Roni yang ngamuk-ngamuk.
Langsung mengacak-acak rambut Faiz. Faiz berteriak-teriak ribut sekali. Duh itu kelakuan, kayak anak play group aja!!!

"Alaaaah, kalian semua pada kayak anak kecil. Mending pacaran sama saya aja, Cewek manis. Saya ini orangnya dewasa, jantan, dan... kamu pasti akan merasakan kehangatan begitu jatuh dalam pelukanku...", kali ini Mustofa yang maju.
"Emangnya kebab turki, pake anget segala?" Faiz nyeletuk lagi dari belakang.
Mustofa cuwek. Terus merayu. Tapi sayang, bis telah memasuki shelter kampung rambutan. Jadi acara lomba merayu itu terpaksa ditunda dulu sampai besok. Sang kondektur menarik napas lega, sambil baca alhamdulillah seratus kali.
"Jangan kuatir, Mus, besok kita pasti naik bis ini lagi. Daag!" ujar Faiz sambil menepuk-nepuk bahu kondektur. Kondektur itu melotot galak, dan Faiz cepat-cepat melompat turun menyusul teman-temannya.

*

Tapi dua hari kemudian, Faiz, Roni, dan Mustofa dikejutkan oleh berita yang dibawa Arfan. Arfan bilang bahwa cewek manis itu sekarang udah jadi ceweknya, jadi dilarang ada yang menggodanya lagi. Dan sialnya ternyata berita itu benar. Ketika pulang sekolah, Arfan sialan itu dengan santainya ngobrol berduaan dengan cewek manis itu di Trasn Jakarta.
Faiz, Roni, dan Mustofa keki berat.
"Kamu curang, fan! Kapan kamu berhasil ngerayunya? Selama ini kan kita senasib dicuwekin terus sama dia? Iya nggak, iya nggak?" protes Mustofa.
"Kamu pake ilmu santet, ya?" Roni ikutan sirik.
Arfan cuma senyum-senyum aja. Duile, mending manis? Dan usut punya usut, ternyata tanpa setahu teman-temannya, si Dodol itu nekat datang ke rumah cewek tersebut. Nggak jelas, dia dapet alamat dari mana. Yang pasti, rayuannya berhasil dan makhluk manis berambut panjang itu jatuh ke tangannya. Dan kunci kesuksesannya adalah karena ternyata cewek itu termasuk hobi nonton film serial FTV, dan pernah ngeliat si Arfan yang ikut cengengesan nampang sebagai peran pengganti alias stuntman. Maka, muluslah jalan baginya. Sial banget!
"Huh, baru main jadi figuran di FTV aja digila-gilain. Cewek itu nggak tau 'kali, kalau saya juga bisa main pilem begituan," gerutu Roni.
"Iya-- saya juga sering ngeliat kamu jadi model iklan di bioskop, radio, dan koran-koran. Iya, kan? Betul itu kamu?" Faiz bertanya.
"Eh, kamu tau juga? Iya. Itu saya. Kapan kamu ngeliatnya? Di iklan apa? Iklan sepatu? Iklan pakaian pria masa kini? Atau... jangan-jangan yang kamu liat itu Gading Marten. Karena, ya--maklumlah, wajah saya kan mirip-mirip dia, meski tetap kecean saya. Iya, kan? Kamu ngeliat saya di iklan apa?"
"Itu lho... iklan Kalpanax. Obat panu."

*

Dua hari berlalu hampa. Tak ada wajah-wajah ceria ketika bis jurusan Lebak Bulus datang tepat jam satu siang. Cuma Arfan yang langsung bangkit dan ikut pergi bersama bis kenangan itu. Yang lain tinggal, atau terus pulang.
Tapi seminggu kemudian, mereka kembali dihebohkan dengan makhluk cantik lainnya di Trans Jakarta jurusan Pondok Indah. Pertamanya Faiz tak begitu menyadari akan kehadiran gadis itu, tapi begitu besoknya ketemu lagi, Faiz mulai ribut-ribut menceritakan 'penemuannya' itu kepada teman-temannya.
"Wah, pokoknya nggak kalah cakep deh. Saya selalu ketemu dengannya kalau pulang sekolah jam setengah dua!" celoteh Faiz. Kontan aja anak-anak pada tertarik, dan kini, rumah mereka mendadak pada pindah ke Pondok Indah semua.
Maka hari-hari selanjutnya, tepat jam setengah dua, Faiz, Roni, dan Mustofa selalu nampak asyik menunggu Trans Jakarta jurusan Pondok Indah Kejadian yang lalu terulang lagi. Ribut-ribut di Trans Jakarta, merayu sang cewek, tertawa, dan tentu saja, bikin jengkel sang kondektur Trasn Jakarta.
Dan suatu ketika, saat mereka bertiga lagi asyik menunggu Trasn Jakarta, Arfan nampak berlari-lari ke arah mereka.
"Lho, mau ngapain Fan? Kamu nggak boleh ikutan lagi dong. Kan udah dapet yang dulu?" tegur Mustofa.
"Yaaaa, saya ikutan lagi dong!" rengek Arfan.
"Wah, enggak bisa. Nanti kamu menang lagi. Terus kita-kita jadi nggak bisa hura-hura lagi kalau pulang sekolah."
"Enggak deh, saya janji. Saya emang seneng banget waktu ngedapetin cewek yang kemarin itu. Berarti kan saya lebih kece dari kamu-kamu..."
"Wuuuuuuuu!" anak-anak pada protes.

"Eit, nanti dulu. Tapi senengnya cuma sebentar. Karena selanjutnya jadi begitu-begitu aja. Monoton. Tiap hari nganterin dia pulang, mampir ke rumahnya, ngobrol. Gitu-gitu terus. Nggak ada seninya. Saya jadi ngiri ketika kalian pada nemuin cewek baru lagi. Jadi kepingin ikut-ikutan ngegodain, ngerayu, ngejar-ngejar, seperti dulu. Nggak tau tuh, kenapa. Menurut kamu kenapa, Ron?"

"Simpel. Mungkin cinta kamu ditolak!" jawab Roni kalem.
"Enak aja. Kamu liat sendiri saya bisa dengan mudah ngedapetin dia!" Arfan ngotot.

"Ealah, malah pada ribut. Mungkin Arfan bener. Ngejar-ngejar cewek mungkin lebih enak daripada kalau udah ngedapetin. Soalnya kita masih remaja. Masih ingin bebas. Jiwa hura-hura kita kan lebih besar daripada jiwa romantisme kita. Dan kata orang, cewek itu ibarat bis. Lewat yang satu, bisa menunggu yang berikutnya. Jadi nggak usah terlalu dikejar. Apalagi pake patah hati segala. Iya nggak? Dan anehnya, kita kadang suka sekali mengejar-ngejar sesuatu yang sebetulnya tidak kita inginkan benar. Tapi nggak apa-apa kok. Namanya juga anak muda," kata Faiz sok berfilsafat, sampe teman-temannya pada ngantuk semua.

"Eh, itu Trasn Jakarta nya datang. Ayo siap-siap!"
Mereka berempat secara serempak bangkit. Lalu mengejar-ngejar bis dengan semangat '45, sambil berteriak-teriak ribut sekali. Kejadian yang dulu pun terulang lagi.
Dan, mereka akan terus begitu. Sampai suatu saat nanti mereka begitu lelah untuk mengepakkan sayap-sayap kecil milik mereka, dan hinggap pada sekuntum bunga. Di mana mereka akan menemukan segalanya.
Dan, mereka pun enggan untuk terbang lagi...



Buat yang tidak tahu Trans Jakarta, lazimnya dinamakan dengan Bas-Wey. Hehehehe :)

GEGANA

ku memandangi foto tersebut beberapa saat. “Nurul, I’ll keep you on my mind... we will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan memegang erat selembar foto di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.

“Nurul!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.
{{{

“aku tidak tau mengenai Nurul semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kamu baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Nurul 2 tahun yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan kalian. Karena itu kah kamu meninggalkan Nurul ke Paris ?” Celotehan Rizka membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan lebih melukai Nurul.

“Rizka, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Nurul, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kamu tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Rizka menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Rizka?!”

Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kamu hanya mencintainya Rian?! Aku menyukaimu lebih dari Nurul!! Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Nurul berikan kepadamu Rian!” ucapan Rizka membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumahnya.

Tampaknya datang pada Rizka adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Nurul sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.

Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Nurul biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang Nurul tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan jejak.

Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Nurul akan datang dan tersenyum kepadaku. Nurul, aku harus menjelaskan padamu alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi di mana dirimu saat ini?

Ckrek!

Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.

“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.

Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.

“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.

Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan Nurul. Kehadiran wanita bernama Nova yang mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Nurul. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Nurul, aku harap kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.
{{{

“jadi kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini, tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Nova adalah tipe yang periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.

“jika aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara memperkenalkan Nurul dengan Alena.” Aku tak mampu meneruskan ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Nova untuk melanjutkan ceritaku. “Alena adalah wanita asal Paris yang di jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku. 3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan Alena diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Nurul. Tapi aku masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya.”

Wanita itu memegang bahuku dengan kedua tangannya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. “kau laki-laki yang sangat baik rian. Mendengar ceritamu aku jadi merasa iri terhadap Nurul. Ia beruntung sekali mendapati dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”

“terimakasih Nova.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.

“sebaiknya kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye rian.” Lagi –lagi gadis itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti terhipnotis olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan memikirkan Nurul.

Langkah kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat lagi oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang berada di tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba terdengar suara seperti bisikan angin:

“Rian, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”

Suara itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini aku selalu berkunjung ke tempat aku dan Nurul biasa bersama. Aku begitu rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di telingaku.

Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung melesat ke parkiran mobil dan menginjak gas untuk pergi dari tempat itu. Di tengah perjalanan aku teringat kembali akan semacam suara atau bisikan di telingaku tadi saat di pantai. Nurul, dimana dirimu? Aku rasa aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.

Ciiiittttttt...

Hampir saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak pedal rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke penjara. Aku melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika aku keluar mobil aku tidak melihat siapapun. Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam hati penasaran.
 
“Hei! Rian! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
 
“N- Nova?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah, dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang ia tepat di depan wajahku. Nova terdiam tertunduk menatap aspal jalanan beberapa saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia merangkulku dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak bertemu dan meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya.

“h-hei, Nova, ada apa denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena kelakuan wanita satu ini. Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak nyaman ia memelukku. Aku merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku juga tidak enak dengan Nurul.

“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin memelukmu sebentar saja Rian.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku luluh. Aku membalas pelukan Nova dan membiarkan ia juga memelukku.
{{{

“Rian, kemana lagi kita harus mencari Nurul? Kita sudah mengunjungi rumah tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar namun tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat ini.” aku mendengar suara Nova yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia bertanya padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena aku masih teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada bicara Nova ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.

“Aku tau Rian, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu disana saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.

Sesampainya kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Nova duduk di atas pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru luas yang indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.

“Nurul, ah maksudku Nova... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8 malam?” senatural mungkin aku bertanya pada Nova agar ia tidak curiga. Entah mengapa aku ingin menanyakan hal ini.

“ah, jam 8 kalau tidak salah aku menelponmu tetapi handphone-mu sepertinya tidak aktif. Memangnya ada apa Rian?” wanita itu menjawab pertanyaanku sambil memotret objek-objek di sekitarnya.

Apa?! Lalu siapa yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku berharap Nova tidak menyadari keterkejutanku.

Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Rian, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”

“baiklah.” Kataku sekenannya.

Melihat kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang diambil oleh Nova. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil potretannya bagiku begitu memukau.

“hei, kau sedang apa? melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah pasti Nova. Rupanya ia kembali dalam waktu yang sangat singkat, padahal aku belum menemukan fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh foto lainnya.

Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
 
“haha Rian kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus banyak belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali mengambil gambar di sekitarnya.

“Rian, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.

“baiklah, terserah kau saja.”

Ckrek!

“waaah Rian, lihat!” Nova menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk berkenalan denganmu haha.”

“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Nova.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.

“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.

Bersama dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana Tuhan untukku? Apa aku harus melupakan Nurul dan memulai kehidupan yang baru dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.

Bagaimana jika ketika aku sudah memilih Nova, tiba-tiba Nurul muncul dan kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana. Aku tidak ingin melukai hatinya lagi.

“Rian, aku akan bahagia jika kau bersama Nova. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”

Suara bisikan itu lagi! “Nova, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.

“suara apa Rian? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”

“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??
{{{

Nada dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa yang menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.

“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.

“astaga Rian, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan dengan intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini tidak salah lagi adalah milik Nova.

“ah Nova, berhenti mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelpon pagi-pagi? Tidak biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang cukup keras mataku bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di telingaku.

“aku sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama kali aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah selesai aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau segera mandi karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti haha.”

“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”
{{{

“Rian, Nova is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita asal Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James. Tetapi berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di Jerman, ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus untuk menemaniku.

Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku. “i’m happy you already moved on from Nurul.”

“i’ve never tried to do that Aunty. Nurul will always be in my mind.” Ujarku menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Nova.

“Don’t deny Rian. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.

Perkataan Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang aku rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.

“hei Nova, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.

“oh h-hai Rian, tidak juga.” Suara Nova terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.

Aku baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya. Aku pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau cetak? Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum kepadanya.

“ah i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Nova langsung merogoh-rogoh ke dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto itu tidak ada. “mmm.. maaf Rian, aku rasa aku meninggalkannya di tempat cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa melihat dari bahasa tubuh Nova yang canggung dan bersikap tidak seperti biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku mengetahuinya.

“tidak perlu Nova!” pekikku cukup keras karena wanita itu sudah berada di ambang pintu dan bersiap pergi. “sini, duduklah dulu.” Kataku sambil menepuk-nepuk sofa.

Ia berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Nova, tatap aku!” perintahku. Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.

Gadis itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar dengan jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku berbohong Rian. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”

Aku mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Nova berbohong? Ini hanyalah foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku mendapatkan benda yang kucari.

Terdapat 2 lembar foto dan foto yang pertama kulihat adalah foto aku dan Nova saat di pantai kemarin. Nova terlihat cantik dan begitu ceria di foto tersebut. Hal apa yang harus ia khawatirkan sampai-sampai ia berbohong padaku? Aneh sekali pikirku.

Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan Nova bersikap begitu. Aku tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar shock. Jantungku berhenti berdetak dan seluruh syarafku mati selama beberapa saat. Aku tidak tau apakah ini editan semata atau foto asli sungguhan.

“Nova, tolong jelaskan padaku. Kau yang mengedit fotoku, iya kan Nova?!” aku menaikkan nada bicaraku terhadapnya karena foto ini memang sulit dipercaya.

“tidak Rian. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya bisa seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku merasa bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap kelewatan kepada wanita ini.

Aku memeluknya dalam sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak seperti ini. Mungkin perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh menyangkalnya. Aku tidak boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak akan mampu merasakan kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.

“maafkan aku Nova. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya... ini sulit sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku melepaskan pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang matanya lekat-lekat. “aku menyukaimu Nova. Sungguh. Ini nyata perasaanku yang sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali ini percayalah. Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa bayangan Nurul memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku. Senyumanmu memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu selalu menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Nurul. Aku jujur dengan ucapanku Nova.”

Ia berhenti menangis dan menatapku. Tatapan matanya tampak sedang mencari-cari kejujuran didalam mataku. Tiba-tiba saja wanita itu merangkulku erat sekali.

“akhirnya kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Rian. Maaf aku menggunakan tubuh Nova untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi dengannya. Satu saja permintaanku Rian, aku ingin kau dan Nova datang ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Nurul!

“tidak, Nurul, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.

“Rian, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata mendengar perkataan Nurul. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah terjadi?

“tunggu! Nurul, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Nova yang berisikan roh Nurul.

“a-aku... meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap bisa melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin merindukanmu yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan aku tidak ada orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku wanita yang aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan memandangku sinis. Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku menjatuhkan diri dari lantai 5 gedung asramaku. Rian, aku malu sebenarnya menceritakannya padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus tau. Aku tidak ingin membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku yang bahkan sudah tiada.” Nova, melalui dirimu aku dapat melihat tatapan sedih Nurul. Aku bisa merasakannya.

“Nurul, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.

“aku akan menyampaikannya pada Nova. Aku harus pergi Rian. I love you, goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Nova kemudian terkulai lemas, pingsan di atas sofa.
{{{

-Minggu, 10 Maret 2013 pulang dari book fair ngobrol sama orang Bali jadi pengen ke Bali-

Aku dan Nova saat ini berada di tempat, di mana Nurul dimakamkan. Ternyata setelah meninggalnya Nurul, orangtuanya kembali ke kampung halamannya di Manado. Aku tak dapat bersua. Aku masih belum menyangka nisan di hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan lengkap nama “Nurul Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap ini adalah Nurul Isabel Maria yang lain, bukan Nurul yang ku cintai.

“Rian, cepat letakkan bunga melati putih itu. Nurul pasti sudah menunggu momen ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Nova yang berdiri di sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Nurul.

Tanganku gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak mampu menghadapi kenyataan ini. Tetapi Nova menggengam tanganku. Ia membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Nurul yang tertinggal di dalam diriku.

Aku mengeluarkan selembar foto dari dompetku dan menaruhnya di dekat bunga melati putih itu. Ya, foto yang ku taruh adalah hasil jepretan Nova yang membuatku tersentak kaget. Foto itu adalah fotoku saat pertama kali aku dan Nova bertemu. Ia memotretku dari belakang, dan ternyata terdapat sosok bayangan Nurul yang cukup jelas di dalam foto tersebut setelah dicetak. Ia terlihat sedang duduk di sampingku, dan yang membuatku lebih terkejut yaitu ia tampak seperti mencium pipiku. Saat pertama kali melihatnya aku meneteskan air mata karena begitu tak percaya. Namun, biar bagaimanapun itu adalah kenyataannya.

“Nova, tetaplah bersamaku dan jangan pernah meninggalkan aku. Karena apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan erat. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam hidupku. Cukup sekali aku berbuat kesalahan dan tak akan aku mengulanginya.

“Rian, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.

Nurul, you never really left. I’ll always remember you. I can’t forget you or erase you from my heart. I’m able to get my happiness with Nova, and i hope you’re smiling seeing us from up there.


I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)

Pas bikin cerpen ini seluruh bulu kuduk saya merinding.
THE END

Faiz

Kenal Faiz? Anak kelas satu SMA Darus Salam yang doyan mengenakan baju lengan panjang kotak-kotak itu? Bahkan dia meng-claim Jokowi sebelum kampanye mengunjungi dia terlebih dahulu. Dia lumayan ngetop, lho! Serius. Kalau kebetulan kamu mampir ke rumahnya dan menyebut namanya, pasti orang seisi rumah pada tahu semua. Itu kan membuktikan bahwa dia cukup ngetop. Setidaknya, ya... di antara orang seisi rumahnya. Model anaknya seperti kebanyakan remaja sekarang, kurus dan kurang tinggi. Tampangnya lumayanlah, daripada kejepit pintu. Yang menarik sih model rambut dengan rambut depan yang tidak botak dan tidak pula panjang, ABCD (ABRI Bukan Cepak Doang).. “Biar kayak mike tyson gitu,” sahutnya ge-er.

“Eh, kamu dari belakang malah kayak Mick jagger deh,” begitu teman-temannya sering memujinya, “tapi kalo dari samping, kok kayak mikrolet... ?”

Dan Faiz tak pernah merasa tersinggung diledek begitu.

Bila kamu kebetulan sempat memperhatikan dengan lebih saksama lagi, kamu akan melihat dia selalu membawa permen karet ke mana dia pergi. Jangan sekali-kali minta, karena dia terlalu pelit untuk memberikan makanan-makanan yang sangat dia sukai. Kecuali kalau kamu tukar dengan coklat yang harganya tentu lebih mahal. Dan Faiz hanya akan memakan permen karetnya saat dia merasa grogi, bingung, atau tidak mempunyai makanan lain yang bisa dia minta dari temannya secara gratis. Curang, ya? Dia memang begitu. Dan satu hal yang jelek, dia tak pernah bisa menghilangkan kebiasaan buruknya untuk menempelkan bekas permen karet pada bangku sebelahnya yang kosong di bis kota. Entah berapa korban yang telah dirugikannya. Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui, dia mempunyai sifat yang sangat pendiam. Terutama kalau lagi tidur. Tapi nggak tentu juga. Dia bisa menjadi orang yang begitu cerewet jika berkumpul dengan orang-orang yang disukainya.

Dan seperti kebanyakan remaja lainnya, dia pun amat menyukai musik. Semua musik, kecuali musik ilustrasi film horor. Dia tak bisa melepas kebiasaannya untuk bernyanyi kalau lagi jalan-jalan. Lagu yang paling dia sukai adalah Shalawatan dan Lagu-lagu Religi, oh iya dia juga termasuk salah satu Habib Hunter (Pemburu Habib) Dia punya Slogan, “dimana Habib ada disitu kami ada karena kami habib mania” Soal menyanyi jangan ditanya? Kalau sudah menyanyi, teman sebelahnya akan terkejut dan menatap cemas padanya, “Kamu lagi batuk, ya?”

Dia juga suka menulis artikel dan kadang juga cerpen di majalah remaja. Keahlian ini mungkin satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Karena dengan begitu, dia tak pernah minta uang dari ibunya kecuali kalau terpaksa (malangnya, dia justru sering berada dalam keadaan terpaksa harus minta uang pada ibunya). Tapi ibunva yang baik hati itu tak pernah kesal. Sebab kalau lagi punya uang banyak, Faiz sering memberikan sebagian kepada ibunya. Jadi muter-muterlah, kalau ada kasih kalau tidak ada minta, ada yang kasih, tidak ada ya minta, jadi minta kasih dan kasih minta. (alah apaan sih?).

* * *

Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu Faiz bengong nungguin bis di terminal Lebak Bulus. Sejak rumah orang tua nya pindah ke Kalimalang (eh, tau Kalimalang, kan? ltu lho, dekat Kalifornia...), Faiz memang merasa dirugikan. Dia harus rela berkorban untuk bangun pagi-pagi merajut mimpinya di sekolah. Bis-bis yang lewat sekolahnya sudah sarat dengan penumpang. Walhasil, faiz terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti agak jauh di depan. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Faiz termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau sopirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan (hehehe...)

Dan saat itu, Faiz masih asyik ber-bengong-ria. Saking lamanya nunggu bis, muka udah kaya terminal face. Mana bawaannya lumayan banyak seperti orang yang mau pulang- kampung. lni gara-gara guru biologi yang menyuruh bawa contoh-contoh tanaman, baju praktek, dan barang-barang lain umuk praktikum biologi siang nanti.

Bis yang ditunggu muncul. Maka seperti para transmigran lain, Faiz dengan semangat ’45 turut berpartisipasi membudayakan lari pagi dalam rangka mengejar bis kota. Lumayan, Faiz bisa menyusup ke dalam, berdesakan dengan seorang gadis manis berseragam sekolah. Dan ini memang merupakan satu-satunya nikmat yang diberikan Tuhan buat orang-orang seperti Faiz. Hanya pada saat itu Faiz berani menyentuh cewek, mencium bau parfumnya dan sekaligus mengajaknya ngobrol. Siapa tau jodoh

* * *

Dan tak terlalu aneh memang kalau Faiz pun mempergunakan kesempatan itu. Setelah berlagak tak sengaja nginjek kaki cewek manis itu, Faiz dengan wajah memelas mencoba memulai komunikasi dengannya. Meski kata orang, menjalin komunikasi itu bisa dengan beberapa cara, tetapi rasanya cara inilah yang paling tepat buat Faiz.

“Eh, maaf, ya. Nggak sengaja. Abis didorong-dorong, sih. Sakit, ya?” ekspresi Faiz benar-benar sempurna menunjukkan rasa penyesalannya. Wah, ada bakat jadi aktor watak dia.

“Enggak. Enggak sakit. Injek aja terus! ” sahut cewek itu dingin. Faiz kaget. Berkat sandiwaranya yang kurang sempurna, dia sampai Iupa mengangkat kakinya yang menginjak kaki cewek itu.

“Eh, kamu marah, ya?” Wajah Faiz penuh penyesalan. Kali ini serius.

Gadis itu tersenyum.

Oh. God, ini kesempatan baik.

“Nama kamu siapa?” tanya Faiz lagi setelah beberapa saat saling membisu. Gadis itu sedikit heran mendengar pertanyaan yang rada ‘lain’ itu. Dasar cowok, abis nginjek minta kenalan. Beberapa saat dia cuma memandang Faiz. Faiz jadi serba salah sendiri. Jadi mikir, apa dosa nanya begitu? Saya Rifa. Kamu siapa?” sahutnya balik bertanya.

“Saya Faiz,” jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak. Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik, dan makanan favorit.

Di luar jalanan macet. Pagi-pagi begini memang banyak orang yang bertugas. Tapi Faiz sama sekali tidak mengutuki keadaan itu. Malah bersyukur. Dan di Senayan, seseorang turun. Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Rifa. Faiz pun segera menitipkan bawaannya yang banyak kepada Rifa. Contoh-contoh tanaman serta diktat yang besar-besar.

Tapi sial! Di sebelah Rifa ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Rifa. jauh lebih agresif dari Faiz. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama sekali tidak Lucu menurut Faiz, tapi bisa membuat Rifa tertawa-tawa kecil. Faiz mengutuki Rifa yang begitu mudah akrab dengan cowok itu, sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.

Dan dia terus menggerutu sampai ke lupaan turun. Akhirnya dengan tergesa-gesa. Faiz pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat ke pintu bis. “Kiri! Kiri, Bang!” teriaknya sambil menggedor gedor pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya. “Sial, lu! Bukan dari tadi bilangnya!”

Faiz melompat turun sambil meledek kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga! Barang barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Faiz Iangsung balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu dan derunya bis. Faiz habis memaki maki. Dasar cewek pembawa petaka! Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu.

Wah, rasanya mau teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di hatinya. Tapi situasi tak mengizinkan. Banyak anak-anak sekolah yang lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila. Jalan paling aman ialah memakan permen karet dan menggigitnya keras-keras. Dia nyesel, kenapa tadi rambutnya si Rifa nggak ditempelin permen karet saja, biar tahu rasa!

“Hei... Faiz!!!!” dari kejauhan terdengar suara cewek memanggil. Faiz segera menoleh. Eh, itu Rifa sambil mengacung-acungkan tanaman serta diktatnya.

“Kamu lupa bawa ini, ya?” teriaknya lagi. Wajah Faiz berubah cerah. Lho. Rifa kan harusnya turun di Gintung, kok dia bela-belain ngebalikin barang-barang itu sih? pikirnya.

“Wah, makasih banget, Fa ! Bawa sini dong!” sahut Faiz girang sambil menghampiri Rifa, tetapi Rifa malah menjauh sambil tertawa-tawa. ”Ayo, tangkap dulu, dong. Hahahaha .... “

Dan Faiz pun mengejarnya dengan mudah. Hm, romantisme ndeso! Mereka pun tertawa-tawa.

“Kamu sombong ya, turun nggak bilang bilang!” sahut Rifa terengah-engah. Faiz cuma mencibir. “Kamu sih keasyikan ngobrol sama cowok itu. Jadi ngelupain saya!” balas Faiz.

“Idih, cemburu, ya?”

“Nggak!!” jawab Faiz dengan wajah memerah. Tapi akhirnya Faiz pun dengan setia menemani Rifa menunggu bis yang akan lewat berikutnya. Nggak peduli bel sekolah yang berdentang di kejauhan. Dan dia malah bersyukur ketika bis yang ditunggu takkunjung tiba.

Selepas saat itu muncul secercah harapan baru yang membuat Faiz semangat untuk bnagun pagi dan berangkat ke sekolah. Sungguh tindakan bodoh, berangkat ke sekolah dengan niat untuk bertemu dengan gadis pujaannya. Mudah-mudahan cerita ini tidak terjadi dengan kita.

00.14 Klapanunggal,10 Maret 2013