Anak-anak kelas dua belas punya kebiasaan baru.
Tepat jam satu tengah hari bolong, mereka selalu tampak asyik menunggu
trans jakarta jurusan Lebak Bulus. Faiz, Mustofa, Roni, dan Arfan. Rada
aneh juga, rumah mereka jadi mendadak pada pindah ke Shelter Lebak Bulus
semua. Selidik punya selidik, ternyata mereka itu lagi ngejar cewek.
Nggak tahu anak sekolah mana. Yang pasti
setiap jam satu, wajah manisnya selalu nampak di jendela Trans jakarta
jurusan Lebak Bulus-Kampung Rambutan, dekat pintu depan. Matanya yang
bulat bersinar, rambutnya yang panjang terurai dengan tubuh yang mungil,
sempat membuat cowok-cowok kece SMA Darus Salam itu terkagum-kagum.
Mereka melihatnya tiga hari yang lalu. Ketika mereka punya rencana mau
makan-makan di Lebak Bulus Junction, dalam rangka memperingati hari yang
paling bersejarah dalam kehidupan Roni, karena dia berhasil memenangkan
hadiah salah satu akun kuis di twitter setelah delapan belas kali ikut.
Dan saat itu mereka berempat secara serempak melongo di pintu Trans
Jakarta, mengagumi makhluk cantik yang duduk dengan manisnya di dekat
jendela. Penjaga shelter yang bawaannya nggak mau sabar, sempat gahar
juga, "He, lu pada niat nggak sih naek bas-wey? Kok terbengong-bengong
begitu?"
Faiz cs yang kaget dibentak begitu, menjawab serempak, "Kita lagi berdoa dulu kok biar selamet di jalan."
Dan sejak itu, setiap malam, mereka punya mimpi yang sama. Tentang gadis di dalam Trans Jakarta.
Makanya hari-hari berikutnya, mereka jadi sering kedapetan menunggu
Trasn Jakarta jurusan Lebak Bulus. Setiap ada teman yang tanya, mereka
serempak menjawab mau shopping ke Lebak Bulus point’s Square.
"Kok tiap hari shopping-nya?"
"Maklumlah, namanya juga orang kaya."
Dan sang penanya pun langsung berlalu dengan wajah dongkol.
Trasn Jakarta yang ditunggu datang, dan mereka berempat serempak
bangkit dengan semangat. Tak peduli Trasn Jakarta tersebut sudah penuh
sesak, mereka tetap bela-belain mengejarnya.
"Stop, Bang!
Stop!" teriak mereka sambil berlompatan ke dalam Trasn Jakarta yang
enggan berhenti (karena mungkin tidak terima Trans jakarta di naiki
makhluk-makhluk seperti ini). Sang penjaga shelter melirik jengkel pada
mereka. Bukan apa-apa, makhluk-makhluk ini kalau naik bis pada ribut
sekali. Padahal bayarnya cuma noceng. Dia apal betul. Terutama dengan
Faiz yang selalu mengulum permen karet. Atau Roni, playboy SMA Darus
Salam yang wajahnya gabungan antara Rico Ceper dan Benyamin (wah, mentok
banget deh!)
Dan seperti ramalan sang kondektur, kala
penumpang sudah banyak yang turun, makhluk-makhluk SMA Darus Salam itu
mulai menggoda-goda cewek tadi dengan ributnya.
"Hei, Cewek,
kenalan dong. Nama saya Roni. Cowok paling kesohor di SMA Darus Salam.
Pernah jadi cowok sampul majalah ----- Bobo. Saya punya motor bebek
merah, yang sekarang --karena satu dan lain hal-- lagi ngadat nggak bisa
dipakai. Mungkin tali kipasnya putus (bego juga si Roni ini, motor mana
ada tali kipasnya?). Tapi jangan kuatir, motor saya yang lainnya banyak
kok. Tinggal pilih aja mau pake yang mana. Setiap hari ganti-ganti. Di
samping itu, saya ini bintang film lho. Saya sering nongol di tipi dalam
acara..."
"Animal on Discovery Channel!" celetuk Arfan dari belakang.
"Bukan! Alam Lain!" Faiz ikutan ngomong, membela Roni.
Roni melotot sewot ke arah Faiz dan Arfan yang cekikikan.
"Jangan dengarkan mereka, Cewek manis. Maklum aja, orang top memang
banyak yang nyirikin. Tapi saya udah biasa. Nah mau kan kenalan sama
saya?"
Cewek itu tak bereaksi. Cuma senyum dikit.
"Jangan
mau sama Roni, Cewek manis. Doi jarang jajan. Mending sama saya aja.
Nama saya Arfan. Orangnya rada malu-malu kayak kucing, tapi lebih ngetop
daripada Roni. Saya juga sering nongol di film-film cookies itu loch
FTV, sebagai peran utama..."
"Bo'ong! Jangan percaya!" Faiz berteriak dari belakang. "Dia itu sebetulnya yang jadi Pak Ogah di cerita Laptop Si Unyil!"
Arfan ngamuk-ngamuk.
"Enggak, saya bener. Masak kamu nggak ngenalin wajah saya yang begini familiar, sih? Look at me!"
"Iya, dia memang main di FTV. Tapi cuma jadi stuntman. Jadi kalau
kebetulan pas ada adegan orang digebukin, nah, dialah yang dipakai.
Mendingan sama saya aja. Nama saya Faiz. Punya dua grup hadhroh loch.
Saya ini orangnya sederhana, apa adanya, nggak kayak Roni yang..."
"Dodol! Kok saya terus yang dijadikan kambing hitam?!" protes Roni.
"Emang lu kambing!" balas Faiz cuwek.
"Sori, tadi ada gangguan teknis. Sampai di mana tadi? Oya, saya ini
orangnya sederhana. Padahal sebetulnya saya ini orang kaya lho. Gimana
nggak kaya, saya kalo abis mengulum permen karet, langsung dibuang,
nggak pernah ditelen. Jadi sekali pakai, langsung buang. Nggak kayak
Roni, suka dipungut dan dikunyah lagi."
Sekarang giliran Roni yang ngamuk-ngamuk.
Langsung mengacak-acak rambut Faiz. Faiz berteriak-teriak ribut sekali. Duh itu kelakuan, kayak anak play group aja!!!
"Alaaaah, kalian semua pada kayak anak kecil. Mending pacaran sama saya
aja, Cewek manis. Saya ini orangnya dewasa, jantan, dan... kamu pasti
akan merasakan kehangatan begitu jatuh dalam pelukanku...", kali ini
Mustofa yang maju.
"Emangnya kebab turki, pake anget segala?" Faiz nyeletuk lagi dari belakang.
Mustofa cuwek. Terus merayu. Tapi sayang, bis telah memasuki shelter
kampung rambutan. Jadi acara lomba merayu itu terpaksa ditunda dulu
sampai besok. Sang kondektur menarik napas lega, sambil baca
alhamdulillah seratus kali.
"Jangan kuatir, Mus, besok kita pasti
naik bis ini lagi. Daag!" ujar Faiz sambil menepuk-nepuk bahu kondektur.
Kondektur itu melotot galak, dan Faiz cepat-cepat melompat turun
menyusul teman-temannya.
*
Tapi dua hari kemudian,
Faiz, Roni, dan Mustofa dikejutkan oleh berita yang dibawa Arfan. Arfan
bilang bahwa cewek manis itu sekarang udah jadi ceweknya, jadi dilarang
ada yang menggodanya lagi. Dan sialnya ternyata berita itu benar. Ketika
pulang sekolah, Arfan sialan itu dengan santainya ngobrol berduaan
dengan cewek manis itu di Trasn Jakarta.
Faiz, Roni, dan Mustofa keki berat.
"Kamu curang, fan! Kapan kamu berhasil ngerayunya? Selama ini kan kita
senasib dicuwekin terus sama dia? Iya nggak, iya nggak?" protes Mustofa.
"Kamu pake ilmu santet, ya?" Roni ikutan sirik.
Arfan cuma senyum-senyum aja. Duile, mending manis? Dan usut punya
usut, ternyata tanpa setahu teman-temannya, si Dodol itu nekat datang ke
rumah cewek tersebut. Nggak jelas, dia dapet alamat dari mana. Yang
pasti, rayuannya berhasil dan makhluk manis berambut panjang itu jatuh
ke tangannya. Dan kunci kesuksesannya adalah karena ternyata cewek itu
termasuk hobi nonton film serial FTV, dan pernah ngeliat si Arfan yang
ikut cengengesan nampang sebagai peran pengganti alias stuntman. Maka,
muluslah jalan baginya. Sial banget!
"Huh, baru main jadi figuran di
FTV aja digila-gilain. Cewek itu nggak tau 'kali, kalau saya juga bisa
main pilem begituan," gerutu Roni.
"Iya-- saya juga sering ngeliat
kamu jadi model iklan di bioskop, radio, dan koran-koran. Iya, kan?
Betul itu kamu?" Faiz bertanya.
"Eh, kamu tau juga? Iya. Itu saya.
Kapan kamu ngeliatnya? Di iklan apa? Iklan sepatu? Iklan pakaian pria
masa kini? Atau... jangan-jangan yang kamu liat itu Gading Marten.
Karena, ya--maklumlah, wajah saya kan mirip-mirip dia, meski tetap
kecean saya. Iya, kan? Kamu ngeliat saya di iklan apa?"
"Itu lho... iklan Kalpanax. Obat panu."
*
Dua hari berlalu hampa. Tak ada wajah-wajah ceria ketika bis jurusan
Lebak Bulus datang tepat jam satu siang. Cuma Arfan yang langsung
bangkit dan ikut pergi bersama bis kenangan itu. Yang lain tinggal, atau
terus pulang.
Tapi seminggu kemudian, mereka kembali dihebohkan
dengan makhluk cantik lainnya di Trans Jakarta jurusan Pondok Indah.
Pertamanya Faiz tak begitu menyadari akan kehadiran gadis itu, tapi
begitu besoknya ketemu lagi, Faiz mulai ribut-ribut menceritakan
'penemuannya' itu kepada teman-temannya.
"Wah, pokoknya nggak kalah
cakep deh. Saya selalu ketemu dengannya kalau pulang sekolah jam
setengah dua!" celoteh Faiz. Kontan aja anak-anak pada tertarik, dan
kini, rumah mereka mendadak pada pindah ke Pondok Indah semua.
Maka
hari-hari selanjutnya, tepat jam setengah dua, Faiz, Roni, dan Mustofa
selalu nampak asyik menunggu Trans Jakarta jurusan Pondok Indah Kejadian
yang lalu terulang lagi. Ribut-ribut di Trans Jakarta, merayu sang
cewek, tertawa, dan tentu saja, bikin jengkel sang kondektur Trasn
Jakarta.
Dan suatu ketika, saat mereka bertiga lagi asyik menunggu Trasn Jakarta, Arfan nampak berlari-lari ke arah mereka.
"Lho, mau ngapain Fan? Kamu nggak boleh ikutan lagi dong. Kan udah dapet yang dulu?" tegur Mustofa.
"Yaaaa, saya ikutan lagi dong!" rengek Arfan.
"Wah, enggak bisa. Nanti kamu menang lagi. Terus kita-kita jadi nggak bisa hura-hura lagi kalau pulang sekolah."
"Enggak deh, saya janji. Saya emang seneng banget waktu ngedapetin
cewek yang kemarin itu. Berarti kan saya lebih kece dari kamu-kamu..."
"Wuuuuuuuu!" anak-anak pada protes.
"Eit, nanti dulu. Tapi senengnya cuma sebentar. Karena selanjutnya jadi
begitu-begitu aja. Monoton. Tiap hari nganterin dia pulang, mampir ke
rumahnya, ngobrol. Gitu-gitu terus. Nggak ada seninya. Saya jadi ngiri
ketika kalian pada nemuin cewek baru lagi. Jadi kepingin ikut-ikutan
ngegodain, ngerayu, ngejar-ngejar, seperti dulu. Nggak tau tuh, kenapa.
Menurut kamu kenapa, Ron?"
"Simpel. Mungkin cinta kamu ditolak!" jawab Roni kalem.
"Enak aja. Kamu liat sendiri saya bisa dengan mudah ngedapetin dia!" Arfan ngotot.
"Ealah, malah pada ribut. Mungkin Arfan bener. Ngejar-ngejar cewek
mungkin lebih enak daripada kalau udah ngedapetin. Soalnya kita masih
remaja. Masih ingin bebas. Jiwa hura-hura kita kan lebih besar daripada
jiwa romantisme kita. Dan kata orang, cewek itu ibarat bis. Lewat yang
satu, bisa menunggu yang berikutnya. Jadi nggak usah terlalu dikejar.
Apalagi pake patah hati segala. Iya nggak? Dan anehnya, kita kadang suka
sekali mengejar-ngejar sesuatu yang sebetulnya tidak kita inginkan
benar. Tapi nggak apa-apa kok. Namanya juga anak muda," kata Faiz sok
berfilsafat, sampe teman-temannya pada ngantuk semua.
"Eh, itu Trasn Jakarta nya datang. Ayo siap-siap!"
Mereka berempat secara serempak bangkit. Lalu mengejar-ngejar bis
dengan semangat '45, sambil berteriak-teriak ribut sekali. Kejadian yang
dulu pun terulang lagi.
Dan, mereka akan terus begitu. Sampai suatu
saat nanti mereka begitu lelah untuk mengepakkan sayap-sayap kecil
milik mereka, dan hinggap pada sekuntum bunga. Di mana mereka akan
menemukan segalanya.
Dan, mereka pun enggan untuk terbang lagi...
Buat yang tidak tahu Trans Jakarta, lazimnya dinamakan dengan Bas-Wey. Hehehehe :)
Night's Sweeper
Tempatku menuliskan asa yang tertanam dalam pikiranku, mencoba meletakkannya ke dalam sebuah goresan pena. Membuatnya dapat bernilai manfaat untuk siapapun di sekelilingku dan membangunganku dari perasaan terkungkung dan jenuh, karena harus menyimpan asa ini dalam otakku
Sabtu, 09 Maret 2013
GEGANA
ku
memandangi foto tersebut beberapa saat. “Nurul, I’ll keep you on my mind... we
will meet again someday. Goodbye...” Ucapku dengan memegang erat selembar foto
di tangan kanan lalu menempalkannya di dada.
“Nurul!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.
{{{
“aku tidak tau mengenai Nurul semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kamu baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Nurul 2 tahun yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan kalian. Karena itu kah kamu meninggalkan Nurul ke Paris ?” Celotehan Rizka membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan lebih melukai Nurul.
“Rizka, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Nurul, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kamu tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Rizka menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Rizka?!”
Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kamu hanya mencintainya Rian?! Aku menyukaimu lebih dari Nurul!! Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Nurul berikan kepadamu Rian!” ucapan Rizka membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumahnya.
Tampaknya datang pada Rizka adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Nurul sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.
Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Nurul biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang Nurul tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan jejak.
Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Nurul akan datang dan tersenyum kepadaku. Nurul, aku harus menjelaskan padamu alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi di mana dirimu saat ini?
Ckrek!
Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.
“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.
Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.
“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.
Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan Nurul. Kehadiran wanita bernama Nova yang mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Nurul. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Nurul, aku harap kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.
“Nurul!!” mimpi itu lagi! sudah beberapa kali aku bermimpi seperti itu.
{{{
“aku tidak tau mengenai Nurul semenjak kepindahannya. Lagipula, kenapa kamu baru mencarinya sekarang? Terakhir kali aku bertemu Nurul 2 tahun yang lalu, ia bercerita kepadaku bahwa keluargamu tidak menyetujui hubungan kalian. Karena itu kah kamu meninggalkan Nurul ke Paris ?” Celotehan Rizka membuatku benar-benar merasa bersalah. Saat ini aku membutuhkan dukungan, bukan nasehat-nasehat yang memojokkan posisiku. Pergi ke Paris juga bukanlah keinginanku. Tetapi, jika aku tidak melakukannya aku akan lebih melukai Nurul.
“Rizka, aku datang kepadamu untuk menanyakan keberadaan Nurul, bukan untuk mendengarkan ocehanmu! Kamu tidak tau apa pun mengenai aku, jadi jangan pernah berkata seolah-olah aku yang paling bersalah dalam hal ini!” bentakku padanya. Rizka menghampiriku, kemudian aku merasa cairan bening mengalir dari atas membasahi kepalaku. Wanita itu menyiramku dengan segelas air putih! “apa-apaan kau Rizka?!”
Ia tersenyum sinis. Matanya menatapku tajam penuh rasa kebencian. “kenapa kamu hanya mencintainya Rian?! Aku menyukaimu lebih dari Nurul!! Kalau wanita yang kau puja-puja itu memang mencintaimu, mengapa dia pergi?! Mengapa dia tidak tetap diam menunggmu seperti yang aku lakukan selama ini?! Aku bisa memberikanmu kasih sayang yang tidak pernah Nurul berikan kepadamu Rian!” ucapan Rizka membuatku bergidik. Wanita itu sungguh menakutkan. Ia terlalu terobsesi terhadapku yang tidak pernah menyukainya sedikitpun. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumahnya.
Tampaknya datang pada Rizka adalah keputusan yang salah. Tapi hanya dia satu-satunya yang tersisa. Semua orang yang dekat atau pernah dekat dengan Nurul sudah aku kunjungi rumahnya satu per satu, namun mereka juga tidak mengetahui keberadaan wanita yang sangat ku cintai itu.
Aku mulai putus asa. Aku tidak tau lagi harus berbuat apa dan pergi kemana untuk mencarinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menenangkan diri ke tempat aku dan Nurul biasa berkunjung. Duduk di tepi pantai dan menatap lautan luas adalah kegemaran kami. Namun rasanya kini tidak sama seperti dulu. Sekarang Nurul tidak ada di sampingku, ia pergi entah kemana tanpa meninggalkan jejak.
Langit biru yang cerah mulai berubah warna menjadi oranye kekuningan. Tidak terasa aku sudah berjam-jam duduk di tepi pantai ini. Aku seperti orang bodoh. Menunggu dan berharap Nurul akan datang dan tersenyum kepadaku. Nurul, aku harus menjelaskan padamu alasan aku meninggalkanmu dan memintamu untuk menunggu tanpa waktu yang jelas, tapi di mana dirimu saat ini?
Ckrek!
Tiba-tiba saja aku melihat kilatan lampu flash. Tampaknya seseorang telah mengambil fotoku dari belakang tanpa sepengetahuanku. Aku membelokkan badanku dan ternyata dugaanku benar! “apa yang kau lakukan?! Aku tidak suka seseorang memotretku tanpa izin!” wanita itu tidak memedulikanku dan masih menatapi kamera DSLR-nya.
“ah, oh, maaf, aku tidak sengaja memotretmu. Hanya saja kau terlihat begitu menyatu dengan objek sekitar. Kalau kau keberatan kau boleh menghapusnya.” Ia perlahan menghampiriku. Ia menyodorkan kameranya ke arahku. “ini, hapuslah sendiri fotomu.” Ujarnya.
Entah perasaan apa yang menghinggapiku. Aku tidak suka seseorang mengambil fotoku tanpa izin terlebih dengan orang yang tidak ku kenal. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingin mengambil kamera itu dan menghapusnya tapi aku tidak bisa. Hatiku berkata untuk tidak menghapusnya. “tidak perlu. Kau bisa menyimpannya.” Kataku berusaha bersikap acuh.
“sungguh?! Terimakasih! Oya, siapa namamu?” wanita itu tersenyum riang.
Tanpa sadar aku bersama dengannya sepanjang sore. Kami berbincang-berbincang tentang banyak hal hingga larut. Dan selama itu aku tidak memikirkan Nurul. Kehadiran wanita bernama Nova yang mempunyai hobby fotografi itu telah membuatku merasa semakin bersalah terhadap Nurul. Bisa-bisanya aku bersama wanita lain dan melupakannya. Aku tidak tau, sungguh... semua mengalir begitu saja. Nurul, aku harap kau tidak marah padaku jika kau mengetahui ini. Aku hanya mencintaimu seorang.
{{{
“jadi kau pergi meninggalkannya karena terpaksa? Kalau kau tetap bersama dengannya apa yang akan terjadi?” baru 2 hari aku mengenal wanita ini, tapi aku merasa sangat dekat dengan dirinya. Nova adalah tipe yang periang. Setiap aku menatap matanya yang berkilat-kilat, aku merasa ia memberikan aku semangat untuk tetap menjalani hidup walau perih.
“jika aku tetap bersamanya... ibu ku akan melukainya dengan cara memperkenalkan Nurul dengan Alena.” Aku tak mampu meneruskan ceritaku. Aku tertunduk berusaha tegar. Namun beberapa saat terdiam aku kembali mengangkat kepalaku yang terasa berat dan menatap Nova untuk melanjutkan ceritaku. “Alena adalah wanita asal Paris yang di jodohkan denganku. Semua itu adalah ulah ibu ku, maksudku ibu tiriku. Ia ingin menyingkirkan aku dari rumah dan menguasai harta almarhum Papaku. 3 tahun aku menetap disana sampai pada saat acara pertunanganku dan Alena diselenggarakan, tiba-tiba ibu tiriku mengalami serangan jantung dan ia meninggal di tempat. Aku berfikir bahwa ini adalah kesempatan bagiku untuk kembali ke Indonesia dan menemui Nurul. Tapi aku masih belum dapat bertemu dengannya. Aku takut sesuatu terjadi kepadanya.”
Wanita itu memegang bahuku dengan kedua tangannya. Ia menarikku ke dalam pelukannya. “kau laki-laki yang sangat baik rian. Mendengar ceritamu aku jadi merasa iri terhadap Nurul. Ia beruntung sekali mendapati dirimu. Aku akan membantu mencarinya.”
“terimakasih Nova.” Ucapku pelan karena sedikit terkejut.
“sebaiknya kita pulang sekarang, langit sudah gelap. Bye rian.” Lagi –lagi gadis itu memamerkan senyum lebarnya yang indah. Aku seperti terhipnotis olehnya. Aku tidak boleh begini. Aku harus sadar dan memikirkan Nurul.
Langkah kakiknya semakin menjauh, sosoknya pun samar-samar tak terlihat lagi oleh kedua mataku yang mempunyai minus 2. Kini hanya aku yang berada di tepi pantai ini. Ketika aku bersiap pergi dari sana tiba-tiba terdengar suara seperti bisikan angin:
“Rian, selamat tinggal... aku harap kau bahagia bersama dengannya. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan.”
Suara itu lembut dan sangat pelan. Tetapi aku masih bisa mendengarnya dengan jelas. Aku rasa ini hanya halusinasiku saja karena belakangan ini aku selalu berkunjung ke tempat aku dan Nurul biasa bersama. Aku begitu rindu terhadapnya sehingga aku sampai mendengar suara-suara aneh di telingaku.
Jam menunjukkan angka 8 dan aku langsung melesat ke parkiran mobil dan menginjak gas untuk pergi dari tempat itu. Di tengah perjalanan aku teringat kembali akan semacam suara atau bisikan di telingaku tadi saat di pantai. Nurul, dimana dirimu? Aku rasa aku sedang frustasi sampai-sampai mengira suara itu adalah suaramu.
Ciiiittttttt...
Hampir saja aku menabrak wanita tersebut! Untunglah aku segera menginjak pedal rem. Ketidakkonsentrasianku ini cukup untuk menyeretku ke penjara. Aku melepas seat belt dan berniat menghampirinya. Tetapi ketika aku keluar mobil aku tidak melihat siapapun. Kemana wanita itu pergi? Tanyaku dalam hati penasaran.
“Hei! Rian! Apa yang kau lakukan di jalanan sepi seperti ini?” seruan itu.. aku rasa aku mengenal suara itu.
“N- Nova?” kataku sedikit gugup tak percaya. Suatu kebetulan yang luar biasa menurutku.
Selangkah, dua langah, tiga langakah ia berjalan mendekatiku. Sekarang ia tepat di depan wajahku. Nova terdiam tertunduk menatap aspal jalanan beberapa saat, lalu kemudian dengan secepat kilat ia merangkulku, ia merangkulku dengan erat seperti orang yang sudah sangat lama tidak bertemu dan meluapkan kerinduannya yang membuncah. Dan pelukannya kali ini berbeda jauh dengan yang sebelumnya.
“h-hei, Nova, ada apa denganmu?” tanyaku agak terbata-bata karena kelakuan wanita satu ini. Entah mengapa aku merasa gugup, aku tidak nyaman ia memelukku. Aku merasakan hal yang aneh dan di lain sisi aku juga tidak enak dengan Nurul.
“jangan merasa tidak enak. Aku hanya ingin memelukmu sebentar saja Rian.” Nadanya begitu lembut dan membuat aku luluh. Aku membalas pelukan Nova dan membiarkan ia juga memelukku.
{{{
“Rian, kemana lagi kita harus mencari Nurul? Kita sudah mengunjungi rumah tempat ia tinggal dulu dan menanyakan kepada tetangga sekitar namun tidak ada yang tahu dimana keberadaan ia atau keluarganya saat ini.” aku mendengar suara Nova yang sedang menyetir mobil. Aku tau ia bertanya padaku. Tetapi aku tidak menjawabnya. Aku diam membisu karena aku masih teringat akan kejadian semalam. Entahlah, tetapi dari nada bicara Nova ia seperti tidak pernah melakukan hal itu.
“Aku tau Rian, kau ingin pergi ke pantai itu lagi dan menghabiskan waktu disana saja, bukan? Baiklah, aku akan menemanimu.” Ujarnya.
Sesampainya kami disana, seperti hari-hari yang lalu aku dan Nova duduk di atas pasir putih tepi pantai tersebut dan memandangi lautan biru luas yang indah serta gumpalan awan cerah yang berbentuk seperti gulali.
“Nurul, ah maksudku Nova... boleh aku tau dimana kau kemarin jam 8 malam?” senatural mungkin aku bertanya pada Nova agar ia tidak curiga. Entah mengapa aku ingin menanyakan hal ini.
“ah, jam 8 kalau tidak salah aku menelponmu tetapi handphone-mu sepertinya tidak aktif. Memangnya ada apa Rian?” wanita itu menjawab pertanyaanku sambil memotret objek-objek di sekitarnya.
Apa?! Lalu siapa yang memelukku kemarin malam?! “t-tidak, tidak ada apa-apa.” ucapku berharap Nova tidak menyadari keterkejutanku.
Ia berdiri dan menghempaskan pasir dari celana panjang. “Rian, tolong pegang dulu kameraku, aku mau ke kamar kecil.”
“baiklah.” Kataku sekenannya.
Melihat kamera itu hatiku seperti tertarik untuk melihat foto-foto yang ada di dalamnya. Aku mulai menelusuri satu persatu foto demi foto yang diambil oleh Nova. Dia memang wanita yang berbakat. Semua hasil potretannya bagiku begitu memukau.
“hei, kau sedang apa? melihat-lihat foto ya?” sahut seseorang yang sudah pasti Nova. Rupanya ia kembali dalam waktu yang sangat singkat, padahal aku belum menemukan fotoku karena terlalu banyak tertimpa oleh foto lainnya.
Aku mengulurkan kamera itu padanya. “ya, hanya sekedar melihat-lihat. Kau memang fotografer yang handal menurutku.”
“haha Rian kau pandai sekali memuji. Tapi aku masih amatir dan harus banyak belajar lagi.” Ia tertawa lepas dan tersenyum lalu kembali mengambil gambar di sekitarnya.
“Rian, bagaimana kalau kita foto bersama? Kau mau tidak?” tanya gadis itu dengan mimik yang berharap aku akan mengiyakannya.
“baiklah, terserah kau saja.”
Ckrek!
“waaah Rian, lihat!” Nova menunjukan hasil foto di layar LCD kamera itu kepadaku. Ia mengarahkan jari telunjuknya ke wajahku. “kau tampan sekali, kalau teman-temanku melihatnya mereka pasti akan berebutan untuk berkenalan denganmu haha.”
“sepertinya virusku tertular. Sekarang kau jadi pandai memuji Nova.” Sindirku diiringi sedikit gelak tawa.
“mungkin saja haha.” Wanita itu tertawa renyah sampai matanya benar-benar menyipit.
Bersama dengannya aku merasa hal yang berbeda. Apa ini adalah rencana Tuhan untukku? Apa aku harus melupakan Nurul dan memulai kehidupan yang baru dengan orang yang baru juga? Entahlah, sempat terlintas difikiranku seperti itu tetapi aku belum berani mengambil tindakan nyata. Aku takut keputusan yang ku pilih malah akan memperburuk keadaan.
Bagaimana jika ketika aku sudah memilih Nova, tiba-tiba Nurul muncul dan kembali? Aku tidak tau harus menjelaskan padanya mulai dari mana. Aku tidak ingin melukai hatinya lagi.
“Rian, aku akan bahagia jika kau bersama Nova. Dia wanita yang baik. Kau tidak perlu ragu.”
Suara bisikan itu lagi! “Nova, kau dengar suara itu?” tanyaku padanya seperti orang paranoid.
“suara apa Rian? Aku tidak mendengar apa pun, dan tidak ada suara lain selain desiran ombak di sini.”
“sudahlah, lupakan saja.” Ini membuatku gila. Suara itu kembali muncul dan membuat bulu kudukku berdiri. Apa maksud semua ini??
{{{
Nada dering handphoneku berbunyi cukup keras dan berhasil membangunkanku yang masih terlelap. Aku menekan tombol ‘jawab’ tanpa melihat siapa yang menelfon karena mataku menempel dan aku kesulitan membukanya.
“hallo..” sapaku dengan suara berat dan sedikit serak khas orang bangun tidur.
“astaga Rian, kau baru bangun tidur? Ini sudah jam 8, kau tau?!” omelan dengan intonasi yang cukup tinggi serta suara yang agak cempreng ini tidak salah lagi adalah milik Nova.
“ah Nova, berhenti mengomel. Telingaku sakit, kau tau? Ada apa menelpon pagi-pagi? Tidak biasanya kau begini.” Akhirnya setelah usaha yang cukup keras mataku bisa terbuka dan aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil masih menempelkan benda kecil itu di telingaku.
“aku sedang di tempat cetak foto. Aku ingin mencuci fotomu yang pertama kali aku ambil dan foto kita kemarin.” Ucapnya terkekeh. “setelah selesai aku akan kerumahmu untuk memberikannya. Jadi aku harap kau segera mandi karena aku tidak mau kebauan ketika berada didekatmu nanti haha.”
“ok ok, baiklah. Aku tunggu.”
{{{
“Rian, Nova is here.” Aunty Clarice memasuki kamarku, ia adalah wanita asal Australia, ia juga istri dari kakakku satu-satunya yaitu James. Tetapi berhubung kakakku sedang mengurus cabang perusahaan keluarga di Jerman, ia meninggalkan istrinya dirumah bersama denganku dan sekaligus untuk menemaniku.
Ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di atas kasur sambil membaca buku. “i’m happy you already moved on from Nurul.”
“i’ve never tried to do that Aunty. Nurul will always be in my mind.” Ujarku menutup buku itu lalu turun ke lantai bawah untuk menemui Nova.
“Don’t deny Rian. Don’t ignore your heart cause your mind won’t be able to feel it.” Seru Aunty Clarice.
Perkataan Aunty-ku memang benar. Tetapi saat ini aku belum tau apa yang aku rasakan dan apa yang harus kulakukan serta kuputuskan.
“hei Nova, sudah lama menunggu?” sahutku dari lantas atas lalu menuruni anak tangga satu persatu.
“oh h-hai Rian, tidak juga.” Suara Nova terdengar gugup dan aneh. Seperti ada seseuatu yang ia sembunyikan dariku.
Aku baru ingat bahwa ia kemari karena ingin memberikan hasil fotonya. Aku pun menagih janji itu. “oya, boleh aku lihat foto yang sudah kau cetak? Pasti hasilnya sangat bagus.” Ucapku dengan menorehkan senyum kepadanya.
“ah i-itu.. iya hampir saja aku lupa.” Nova langsung merogoh-rogoh ke dalam tas warna coklatnya mencari benda tersebut, tetapi tampaknya foto itu tidak ada. “mmm.. maaf Rian, aku rasa aku meninggalkannya di tempat cuci foto tadi. Aku akan mengambilnya dan segera kembali.” Aku bisa melihat dari bahasa tubuh Nova yang canggung dan bersikap tidak seperti biasanya. Aku tau ada sesuatu yang terjadi dan ia tidak ingin aku mengetahuinya.
“tidak perlu Nova!” pekikku cukup keras karena wanita itu sudah berada di ambang pintu dan bersiap pergi. “sini, duduklah dulu.” Kataku sambil menepuk-nepuk sofa.
Ia berjalan kaku menghampiriku dan duduk di sampingku. Aku memperhatikan air mukanya yang gusar dan agak pucat. “Nova, tatap aku!” perintahku. Dengan terpaksa ia memutar kepalanya 90© dan berusaha memandangku. “Ada apa sebenarnya? Apa yang kau sembunyikan dariku?” tanyaku mendalam.
Gadis itu mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Aku bisa mendengar dengan jelas bahwa ia sekarang tengah menangis sesenggukan. “aku berbohong Rian. Ambilah di dalam tasku dan lihatlah sendiri.”
Aku mengikuti perkataannya. Tapi untuk apa Nova berbohong? Ini hanyalah foto. Batinku terus bertanya seperti itu sampai akhirnya aku mendapatkan benda yang kucari.
Terdapat 2 lembar foto dan foto yang pertama kulihat adalah foto aku dan Nova saat di pantai kemarin. Nova terlihat cantik dan begitu ceria di foto tersebut. Hal apa yang harus ia khawatirkan sampai-sampai ia berbohong padaku? Aneh sekali pikirku.
Foto selanjutnya... mungkin ini adalah alasan Nova bersikap begitu. Aku tidak percaya melihatnya. Aku benar-benar shock. Jantungku berhenti berdetak dan seluruh syarafku mati selama beberapa saat. Aku tidak tau apakah ini editan semata atau foto asli sungguhan.
“Nova, tolong jelaskan padaku. Kau yang mengedit fotoku, iya kan Nova?!” aku menaikkan nada bicaraku terhadapnya karena foto ini memang sulit dipercaya.
“tidak Rian. Aku tidak mengeditnya. Aku juga tidak tau kenapa hasilnya bisa seperti itu.” suara parau dan tangisnya yang tak henti membuatku merasa bersalah. Aku telah menuduhnya melakukan itu. Aku telah bersikap kelewatan kepada wanita ini.
Aku memeluknya dalam sekejap. Aku tak mengerti mengapa aku bertindak seperti ini. Mungkin perkataan Aunty Clarice benar. Aku tidak boleh menyangkalnya. Aku tidak boleh mengabaikan hatiku karena pikiranku tak akan mampu merasakan kebenaran yang dirasakan oleh hatiku.
“maafkan aku Nova. Aku tidak bermaksud menuduhmu. Aku... aku hanya... ini sulit sekali dipercaya. Tapi aku harus mengatakan ini padamu.” Aku melepaskan pelukanku perlahan lalu menggengam tangannya dan memandang matanya lekat-lekat. “aku menyukaimu Nova. Sungguh. Ini nyata perasaanku yang sebenarnya. Kau pasti meragukannya, tapi aku mohon kali ini percayalah. Sejak pertama berkenalan denganmu aku mulai merasa bayangan Nurul memudar dan perlahan kau menggantikan posisinya dihatiku. Senyumanmu memberikanku semangat. Tawamu telah merubah aku yang dulu selalu menyalahkan diri sendiri karena meninggalkan Nurul. Aku jujur dengan ucapanku Nova.”
Ia berhenti menangis dan menatapku. Tatapan matanya tampak sedang mencari-cari kejujuran didalam mataku. Tiba-tiba saja wanita itu merangkulku erat sekali.
“akhirnya kau bisa mencintai orang lain. Aku sangat bahagia Rian. Maaf aku menggunakan tubuh Nova untuk berbicara denganmu. Kau begitu serasi dengannya. Satu saja permintaanku Rian, aku ingin kau dan Nova datang ke tempatku.” Suara itu! Aku ingat sekarang. Ini adalah suara Nurul!
“tidak, Nurul, jangan pergi!” aku semakin mempererat pelukanku.
“Rian, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi setelah aku dapat berbicara denganmu. Terimakasih untuk semua cinta yang pernah kau berikan. Kau adalah pria yang istimewa bagiku.” Aku meneteskan air mata mendengar perkataan Nurul. Bagaimana bisa ia meninggal? Apa yang telah terjadi?
“tunggu! Nurul, apa yang telah terjadi padamu?” dengan cepat aku melepaskan dekapanku dari tubuh Nova yang berisikan roh Nurul.
“a-aku... meminta keluargaku untuk pindah kuliah ke Bali. Aku berharap bisa melupakanmu di sana. Tetapi aku salah, aku justru semakin merindukanmu yang tak kunjung datang. Nilaiku juga menurun drastis, dan aku tidak ada orang yang mau dekat denganku karena mereka berfikir aku wanita yang aneh dan selalu menyendiri. Mereka menjauhi aku dan memandangku sinis. Karena aku tidak tahan akan cobaan ini, akhirnya aku menjatuhkan diri dari lantai 5 gedung asramaku. Rian, aku malu sebenarnya menceritakannya padamu. Aku wanita yang lemah, tapi kau harus tau. Aku tidak ingin membuatmu terus bertanya-tanya dan mencari aku yang bahkan sudah tiada.” Nova, melalui dirimu aku dapat melihat tatapan sedih Nurul. Aku bisa merasakannya.
“Nurul, kemana aku harus pergi?” tanyaku polos.
“aku akan menyampaikannya pada Nova. Aku harus pergi Rian. I love you, goobye...” setelah mengucapkan kalimat terakhirnya tubuh Nova kemudian terkulai lemas, pingsan di atas sofa.
{{{
-Minggu, 10 Maret 2013 pulang dari book fair ngobrol sama orang Bali jadi pengen ke Bali-
Aku dan Nova saat ini berada di tempat, di mana Nurul dimakamkan. Ternyata setelah meninggalnya Nurul, orangtuanya kembali ke kampung halamannya di Manado. Aku tak dapat bersua. Aku masih belum menyangka nisan di hadapanku ini benar-benar miliknya. Meskipun tertulis jelas dan lengkap nama “Nurul Isabel Maria” namun di dalam hatiku, aku berharap ini adalah Nurul Isabel Maria yang lain, bukan Nurul yang ku cintai.
“Rian, cepat letakkan bunga melati putih itu. Nurul pasti sudah menunggu momen ini. Aku yakin dia bahagia di atas sana.”ujar Nova yang berdiri di sampingku yang sudah lebih dahulu menaruh bunga di atas makam Nurul.
Tanganku gemetar ketika akan menaruh bunga tersebut. Aku seakan tak mampu menghadapi kenyataan ini. Tetapi Nova menggengam tanganku. Ia membantuku dengan senyum ikhlasnya. Tak terlihat sama sekali kecemburuan di wajahnya walau ia tau masih ada sebagian dari Nurul yang tertinggal di dalam diriku.
Aku mengeluarkan selembar foto dari dompetku dan menaruhnya di dekat bunga melati putih itu. Ya, foto yang ku taruh adalah hasil jepretan Nova yang membuatku tersentak kaget. Foto itu adalah fotoku saat pertama kali aku dan Nova bertemu. Ia memotretku dari belakang, dan ternyata terdapat sosok bayangan Nurul yang cukup jelas di dalam foto tersebut setelah dicetak. Ia terlihat sedang duduk di sampingku, dan yang membuatku lebih terkejut yaitu ia tampak seperti mencium pipiku. Saat pertama kali melihatnya aku meneteskan air mata karena begitu tak percaya. Namun, biar bagaimanapun itu adalah kenyataannya.
“Nova, tetaplah bersamaku dan jangan pernah meninggalkan aku. Karena apa pun yang terjadi aku tidak akan pergi darimu.” aku memeluknya dengan erat. Aku tidak akan lagi menyia-nyiakan wanita yang berharga dalam hidupku. Cukup sekali aku berbuat kesalahan dan tak akan aku mengulanginya.
“Rian, thank you for loving me.” Bisiknya di telingaku.
Nurul, you never really left. I’ll always remember you. I can’t forget you or erase you from my heart. I’m able to get my happiness with Nova, and i hope you’re smiling seeing us from up there.
I will watch you through these nights..
Rest your head and go to sleep..
This is not our farewell..
(Within Temptation – Our Farewell)
Pas bikin cerpen ini seluruh bulu
kuduk saya merinding.
THE END
Faiz
Kenal
Faiz? Anak kelas satu SMA Darus Salam yang doyan mengenakan baju lengan
panjang kotak-kotak itu? Bahkan dia meng-claim Jokowi sebelum kampanye
mengunjungi dia terlebih dahulu. Dia lumayan ngetop, lho! Serius. Kalau
kebetulan kamu mampir ke rumahnya dan menyebut namanya, pasti orang
seisi rumah pada tahu semua. Itu kan membuktikan bahwa dia cukup ngetop.
Setidaknya, ya... di antara orang seisi rumahnya. Model anaknya seperti
kebanyakan remaja sekarang, kurus dan kurang tinggi. Tampangnya
lumayanlah, daripada kejepit pintu. Yang menarik sih model rambut dengan
rambut depan yang tidak botak dan tidak pula panjang, ABCD (ABRI Bukan
Cepak Doang).. “Biar kayak mike tyson gitu,” sahutnya ge-er.
“Eh, kamu dari belakang malah kayak Mick jagger deh,” begitu
teman-temannya sering memujinya, “tapi kalo dari samping, kok kayak
mikrolet... ?”
Dan Faiz tak pernah merasa tersinggung diledek begitu.
Bila kamu kebetulan sempat memperhatikan dengan lebih saksama lagi,
kamu akan melihat dia selalu membawa permen karet ke mana dia pergi.
Jangan sekali-kali minta, karena dia terlalu pelit untuk memberikan
makanan-makanan yang sangat dia sukai. Kecuali kalau kamu tukar dengan
coklat yang harganya tentu lebih mahal. Dan Faiz hanya akan memakan
permen karetnya saat dia merasa grogi, bingung, atau tidak mempunyai
makanan lain yang bisa dia minta dari temannya secara gratis. Curang,
ya? Dia memang begitu. Dan satu hal yang jelek, dia tak pernah bisa
menghilangkan kebiasaan buruknya untuk menempelkan bekas permen karet
pada bangku sebelahnya yang kosong di bis kota. Entah berapa korban yang
telah dirugikannya. Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui, dia
mempunyai sifat yang sangat pendiam. Terutama kalau lagi tidur. Tapi
nggak tentu juga. Dia bisa menjadi orang yang begitu cerewet jika
berkumpul dengan orang-orang yang disukainya.
Dan seperti
kebanyakan remaja lainnya, dia pun amat menyukai musik. Semua musik,
kecuali musik ilustrasi film horor. Dia tak bisa melepas kebiasaannya
untuk bernyanyi kalau lagi jalan-jalan. Lagu yang paling dia sukai
adalah Shalawatan dan Lagu-lagu Religi, oh iya dia juga termasuk salah
satu Habib Hunter (Pemburu Habib) Dia punya Slogan, “dimana Habib ada
disitu kami ada karena kami habib mania” Soal menyanyi jangan ditanya?
Kalau sudah menyanyi, teman sebelahnya akan terkejut dan menatap cemas
padanya, “Kamu lagi batuk, ya?”
Dia juga suka menulis
artikel dan kadang juga cerpen di majalah remaja. Keahlian ini mungkin
satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Karena dengan
begitu, dia tak pernah minta uang dari ibunya kecuali kalau terpaksa
(malangnya, dia justru sering berada dalam keadaan terpaksa harus minta
uang pada ibunya). Tapi ibunva yang baik hati itu tak pernah kesal.
Sebab kalau lagi punya uang banyak, Faiz sering memberikan sebagian
kepada ibunya. Jadi muter-muterlah, kalau ada kasih kalau tidak ada
minta, ada yang kasih, tidak ada ya minta, jadi minta kasih dan kasih
minta. (alah apaan sih?).
* * *
Seperti hari-hari
sebelumnya, pagi itu Faiz bengong nungguin bis di terminal Lebak Bulus.
Sejak rumah orang tua nya pindah ke Kalimalang (eh, tau Kalimalang, kan?
ltu lho, dekat Kalifornia...), Faiz memang merasa dirugikan. Dia harus
rela berkorban untuk bangun pagi-pagi merajut mimpinya di sekolah.
Bis-bis yang lewat sekolahnya sudah sarat dengan penumpang. Walhasil,
faiz terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti
agak jauh di depan. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Faiz
termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau
sopirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan
(hehehe...)
Dan saat itu, Faiz masih asyik ber-bengong-ria.
Saking lamanya nunggu bis, muka udah kaya terminal face. Mana bawaannya
lumayan banyak seperti orang yang mau pulang- kampung. lni gara-gara
guru biologi yang menyuruh bawa contoh-contoh tanaman, baju praktek, dan
barang-barang lain umuk praktikum biologi siang nanti.
Bis
yang ditunggu muncul. Maka seperti para transmigran lain, Faiz dengan
semangat ’45 turut berpartisipasi membudayakan lari pagi dalam rangka
mengejar bis kota. Lumayan, Faiz bisa menyusup ke dalam, berdesakan
dengan seorang gadis manis berseragam sekolah. Dan ini memang merupakan
satu-satunya nikmat yang diberikan Tuhan buat orang-orang seperti Faiz.
Hanya pada saat itu Faiz berani menyentuh cewek, mencium bau parfumnya
dan sekaligus mengajaknya ngobrol. Siapa tau jodoh
* * *
Dan tak terlalu aneh memang kalau Faiz pun mempergunakan kesempatan
itu. Setelah berlagak tak sengaja nginjek kaki cewek manis itu, Faiz
dengan wajah memelas mencoba memulai komunikasi dengannya. Meski kata
orang, menjalin komunikasi itu bisa dengan beberapa cara, tetapi rasanya
cara inilah yang paling tepat buat Faiz.
“Eh, maaf, ya.
Nggak sengaja. Abis didorong-dorong, sih. Sakit, ya?” ekspresi Faiz
benar-benar sempurna menunjukkan rasa penyesalannya. Wah, ada bakat jadi
aktor watak dia.
“Enggak. Enggak sakit. Injek aja terus! ”
sahut cewek itu dingin. Faiz kaget. Berkat sandiwaranya yang kurang
sempurna, dia sampai Iupa mengangkat kakinya yang menginjak kaki cewek
itu.
“Eh, kamu marah, ya?” Wajah Faiz penuh penyesalan. Kali ini serius.
Gadis itu tersenyum.
Oh. God, ini kesempatan baik.
“Nama kamu siapa?” tanya Faiz lagi setelah beberapa saat saling
membisu. Gadis itu sedikit heran mendengar pertanyaan yang rada ‘lain’
itu. Dasar cowok, abis nginjek minta kenalan. Beberapa saat dia cuma
memandang Faiz. Faiz jadi serba salah sendiri. Jadi mikir, apa dosa
nanya begitu? Saya Rifa. Kamu siapa?” sahutnya balik bertanya.
“Saya Faiz,” jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak.
Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik, dan
makanan favorit.
Di luar jalanan macet. Pagi-pagi begini
memang banyak orang yang bertugas. Tapi Faiz sama sekali tidak mengutuki
keadaan itu. Malah bersyukur. Dan di Senayan, seseorang turun.
Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Rifa. Faiz pun segera
menitipkan bawaannya yang banyak kepada Rifa. Contoh-contoh tanaman
serta diktat yang besar-besar.
Tapi sial! Di sebelah Rifa
ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Rifa. jauh
lebih agresif dari Faiz. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama
sekali tidak Lucu menurut Faiz, tapi bisa membuat Rifa tertawa-tawa
kecil. Faiz mengutuki Rifa yang begitu mudah akrab dengan cowok itu,
sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.
Dan dia terus menggerutu sampai ke lupaan turun. Akhirnya dengan
tergesa-gesa. Faiz pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat
ke pintu bis. “Kiri! Kiri, Bang!” teriaknya sambil menggedor gedor
pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya. “Sial, lu! Bukan dari
tadi bilangnya!”
Faiz melompat turun sambil meledek
kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga!
Barang barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Faiz Iangsung
balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu
dan derunya bis. Faiz habis memaki maki. Dasar cewek pembawa petaka!
Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo
akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu.
Wah,
rasanya mau teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di
hatinya. Tapi situasi tak mengizinkan. Banyak anak-anak sekolah yang
lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila. Jalan paling aman ialah
memakan permen karet dan menggigitnya keras-keras. Dia nyesel, kenapa
tadi rambutnya si Rifa nggak ditempelin permen karet saja, biar tahu
rasa!
“Hei... Faiz!!!!” dari kejauhan terdengar suara cewek
memanggil. Faiz segera menoleh. Eh, itu Rifa sambil mengacung-acungkan
tanaman serta diktatnya.
“Kamu lupa bawa ini, ya?”
teriaknya lagi. Wajah Faiz berubah cerah. Lho. Rifa kan harusnya turun
di Gintung, kok dia bela-belain ngebalikin barang-barang itu sih?
pikirnya.
“Wah, makasih banget, Fa ! Bawa sini dong!” sahut
Faiz girang sambil menghampiri Rifa, tetapi Rifa malah menjauh sambil
tertawa-tawa. ”Ayo, tangkap dulu, dong. Hahahaha .... “
Dan Faiz pun mengejarnya dengan mudah. Hm, romantisme ndeso! Mereka pun tertawa-tawa.
“Kamu sombong ya, turun nggak bilang bilang!” sahut Rifa
terengah-engah. Faiz cuma mencibir. “Kamu sih keasyikan ngobrol sama
cowok itu. Jadi ngelupain saya!” balas Faiz.
“Idih, cemburu, ya?”
“Nggak!!” jawab Faiz dengan wajah memerah. Tapi akhirnya Faiz pun
dengan setia menemani Rifa menunggu bis yang akan lewat berikutnya.
Nggak peduli bel sekolah yang berdentang di kejauhan. Dan dia malah
bersyukur ketika bis yang ditunggu takkunjung tiba.
Selepas
saat itu muncul secercah harapan baru yang membuat Faiz semangat untuk
bnagun pagi dan berangkat ke sekolah. Sungguh tindakan bodoh, berangkat
ke sekolah dengan niat untuk bertemu dengan gadis pujaannya.
Mudah-mudahan cerita ini tidak terjadi dengan kita.
00.14 Klapanunggal,10 Maret 2013
Sabtu, 24 November 2012
Adat Bersendikan Syara'
Al Qur’an acap kali menyampaikan pesan-pesannya melalui perumpamaan. Cara seperti ini bagi sebagian orang memang sangat mudah dicerna dan gampang diterima. Ketika berbicara tentang orang-orang munafik, misalnya, Al Qur’an melukiskannya dengan orang-orang yang menyalakan kayu bakar yang tiba tiba padam saat membutuhkannya. Mereka pun digambarkan seperti orang-orang yang memerlukan air hujan namun menghindarinya lantaran takut suara petir. (Al Baqarah:19-20). Amal sedikit yang dilakukan dengan ikhlas diumpamakan dengan sebutir biji tumbuhan yang disirami air embun, sedangkan amal yang dilakukan dengan riya, tak ubahnya seperti debu yang menempel di batu licin dan disirami hujan deras (Al Baqarah:264). Amal kebajikan dilambangkan dengan kebun yang subur dan mengungkit kebajikan diserupakan dengan api yang membakar (Al Baqarah:266). Ketika berbicara kalimah thayyibah, ditampilkanlah sebuah pohon rindang yang berbuah lebat, dan kalimat khabitsah ditampilkan dalam wujud pohon yang buruk dan tak berakar kuat. Demikianlah Al Qur’an banyak menampilkan perumpamaan guna menarik perhatian orang sekaligus mempermudah sampainya tuntunan kepada yang menerimanya.
Adalah sebuah kenyataan bahwa setiap negeri memiliki bentuk sendiri dalam menggunakan perumpamaan yang dengan itu para penduduknya biasa disapa. Untuk menyampaikan pesan agar manusia senantiasa bersiap diri menghadapi berbagai kemungkinan, orang Arab akan mengatakan “Sebelum memanah penuhi dulu keranjangnya”. Tetapi orang Indonesia akan mengatakan “Sedia payung sebelum hujan”.
Nusantara dikenal sebagai sebuah negeri yang banyak membuat simbol simbol dalam kehidupannya. Simbol simbol itu ada dalam segala sisi kehidupan; dalam kelahiran, dalam pernikahan, kematian, atau pekerjaan. Setiap kali sebuah peristiwa terjadi, para pini sepuh pun akan segera tampil ke muka menyampaikan wejangan melalui simbol simbol tadi. Bagi mereka yang tidak memahami latar
belakangnya terkadang menilai bahwa upacara upacara yang dilakukan itu merupakan sebuah ritual peribadatan sehingga – karena tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW – dianggap bid’ah yang harus dihapuskan. Padahal bagi pembuatnya bisa jadi hal itu merupakan permisalan bagi sebuah ajaran atau falsafah hidup yang sejatinya didasarkan kepada tuntunan Syari’at.
Sebagai misal dapat dikemukakan antara lain tradisi “Injak Telor” sesaat setelah ijab kabul pernikahan. Ketika sebuah pernikahan baru saja selesai dilangsungkan, mempelai pria diperintah agar menginjak telur mentah tetapi jangan sampai pecah. Maknanya adalah bahwa wanita itu diserupakan dengan telur yang tipis kulitnya sehingga sedikit saja tertekan akan pecah serta tak dapat disambungkan kembali. Dan dengan pecahnya telur maka hilanglah harapan untuk mendapatkan “generasi” baru anak ayam. Yang dituju oleh pesan simbolik ini adalah agar mempelai laki-laki menyadari bahwa seorang wanita yang ada di sampingnya itu adalah sejenis makhluk yang sangat halus dan p4eka perasaannya, sehingga apabila dikasari sedikit saja akan tenggelam dalam kesedihan, bila sekali saja dikhianati akan sulit melupakan. Dan penting untuk dicatat – melalui pesan itu – bahwa seperti apa mental dari anak yang dilahirkan, sangat dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan sang wanita saat mengandungnya. Pada bagian lain telah pula diketahui bahwa kaum laki laki memiliki sperma berbentuk jentik jentik, sementara kaum wanita memiliki ovum yang tak lain dari indung “telur”. Alangkah bijaksana dan pandainya nenek moyang kita yang telah menjadikan telur sebagai gambaran mempelai wanita. Semua pesan itu tentu saja sejalan dengan pesan Al Qur’an yang mengatakan agar para suami mempergauli isteri-isteri mereka dengan baik, seperti dalam firman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء:19)
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan pergaulilah mereka dengan baik.. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An Nisa:19).
Sementara si mempelai wanita diberi sebuah pelita (lampu kecil) dengan minyak kelapa sebagai bahan bakarnya dan kapas sebagai sumbunya. Ketika itulah terdengar pesan agar jangan sampai api yang kecil itu padam. Maka dengan bersusah payah sang mempelai melindungi api itu dari angin yang dikipaskan orang-orang sekitarnya. Idealnya minyak yang dipakai adalah minyak tanah dan sumbunya dengan kain. Tetapi para pini sepuh itu ingin mengingatkan seorang wanita akan sebuah realitas yang mungkin dialaminya; sekecil apa pun penghasilan suami dan seburuk apa pun sarana Rumah Tangga yang dimiliki, jangan pernah menyebakan kasih sayang mereka menjadi padam. Isteri memang merupakan manusia yang sangat berpengaruh dalam menentukan terang dan gelapnya Rumah Tangga
Kejayaan Pakuan Pajajaran dan Hari Jadi Bogor
Dayeuh Pakuan (Kota Bogor sekarang) pernah mengalami masa jaya ketika menjadi purasaba (ibu kota) kerajaan Pajajaran dengan rajanya yang terkenal Sri Baduga Maharaja( Prabu Siliwangi) dari tahun 1482-1521 Masehi, peristiwa penobatan Sri Baduga pada tanggal 3 Juni 1482 sekarang diperingati sebagai Hari Jadi Bogor. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, terjadi hubungan internasional yang pertama dengan bangsa Eropa, bilateral dengan Portugis pada tahun 1513, sedangkan negara negara lainnya yang sempat jadi sahabat dalam perdagangan adalah : Cina, Keling, Parsi, Mesir, Madinah, Campa, Pahang, Kelantan, Jawa dan beberapa puluh negara yang ada di Nusantara lainnya. Untuk kepentingan ini, menurut naskah kuno Kropak 630 Sanghyang Siksakandang Karesian, telah disiapkan "Jurubasa Darmamurcaya" atau maksudnya Juru Penerang Bahasa yang tentu saja termasuk "Ahli Bahasa" dan "Penterjemah Bahasa" di dalamnya. Walaupun saat itu oleh masyarakat dikenal sebagai "Kerajaan Pajajaran" , tapi ketika saling tukar menukar utusan, Sri Baduga Maharaja secara resmi menyebut negerinya sebagai ”KerajaanSunda”. Kembali kepada "Bogor/Pakuan riwayat kejayaanmu dulu", menurut uraian catatan perjalanan Tome Pires seorang Portugis yang mengikuti kunjungan kenegaraan tahun 1513 ke "Pakuan Pajajaran", yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi "The Suma Oriental" tahun 1944, terdapat reportase tentang keberadaan "DAYO(dayeuh)" sebagai ibukota kerajaan Sunda (Pajajaran). Menurut catatan reportase Tome Pires, penduduk ibukota Pakuan Pajajaran ada 50.000jiwa. Pelabuhan pelabuhan penting kerajaan Pajajaran tercatat : Banten, Pontang, Cigede, Tangerang, Kalapa, Karawang dan Cimanuk. Sehingga Tome Pires menyebut Kerajaan Pajajaran sebagai " Negeri Ksatria dan Pahlawan Laut". Komoditi ekspornya : beras, lada, kain tenun, tamarin (asem), juga diceritakan bagaimana melimpah ruahnya sayuran dan daging di pasar pasar. Impornya : tekstil halus dari Cambay, kuda dari Pariaman 4000 ekor pertahun. Alat pembayaran : Uang Emas dan Uang Kepeng. Mengenai kota Pakuan dan istana tempat kediaman Raja Pajajaran : terdapat rumah rumah yang besar dan indah terbuat dari kayu dan palem. Istana kerajaan dikelilingi oleh 330 pilar (kayu) sebesar tong anggur yang tingginya mencapai 4 fathom (kira kira 9 meter),denganukiranindahdisetiappuncaknya. Kesan tentang Raja Sunda , Tome Pire menulisnya Kerajaan Sunda diperintah dengan adil, hampir sama kesannya dengan penulis naskah kuno "Carita Parahiyangan". Purbatisti-Purbajati atau "Peraturan dan Ajaran Leluhur" yang berlaku umum dan harus dipatuhi disebut sebagai Sanghiyang Siksa yang saat ini naskah aslinya disimpan pada Kropak 630 milik Museum Pusat Jakarta, terdaftar sebagai seri naskah Manuscript Soenda B, Penulisan menjelaskan bahwa nama isi naskah tersebut adalah " Siksakandang Karesian " dan kundangeun urang reya (untuk pegangan hidup orang banyak). Naskah itu terdiri atas 30 lembar dan pada akhir naskah dicantumkan tahun penulisannya nora catur sagara wulan yang berarti tahun 1440 saka atau 1518 masehi. Siksakandang Karesian ini semacam perundang-undangan yang berlaku pada masa itu. Dari naskah kuno itulah kalau kita ingin mengetahui nilai tradisional Kerajaan Pajajaran. Sebab angka tahun penulisan naskah adalah tahun 1518 Masehi, sejaman dengan masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang berkuasa dari tahun 1482 sampai dengan tahun 1521Masehi. Dari naskah Siksakandang Karesian pada lembar ke 13 ada contoh pelajaran moral tentang kritik yang intisarinya : kita harus jembar hati dalam hal menerima kritik, bila kita menerima kritik, budi kita akan makin padat berisi "KANGKEN PARE BEURAT SANGGA" yang berarti "seperti padi runduk karena berat isinya".. Dari Siksakandang Karesian kita akan mengetahui berbagai aspek kehidupan berdasarkan keahliannya masing masing seperti : bila ingin tahu semua cerita wayang, bertanyalah kepada "MEMEN". Bila ingin tahu segala macam lagu bertanyalahkepada "PARAGUNA" (ahli karawitan). Ahli permainan kaulinan disebut "EMPUL", ahli cerita pantun"PREPANTUN". ahli lukis, "LUKIS", ahli tempa besi dan ahli membuat perkakas, "PANDAY", ahli ukir"MARANGGUY", ahli masak, "HAREUP CATRA", ahli batik, "PANGEUYEUK", ahli perang , "HULUJURIT"ahli mantera, "SANG BRAHMANA", ahli ilmu pengetahuan alam , "BUJANGGA", ahli kenegaraan ,"RAJA"ahli tanah, "MANGKUBUMI", ahli pelabuhan, "PUHAWANG" ahli hitung dagang , "CITRIK", ahli bahasa asing, "JURUBASA DARMAMURCAYA". Banyak hal hal yang patut diketahui tentang "kearifan kebudayaan" dari kitab Sanghiyang Siksakandang Karesian. Mungkin naskah kuno kropak 630 itulah merupakan manifestasi "Wangsit Sri Baduga Maharaja" yang sesungguhnya MENGENAI HARI JADI BOGOR. Latarbelakang kebudayaan Sunda dahulu adalah pertanian ladang. Dahulu di ibukota Pajajaran selalu diadakan upacara Gurubumi dan Kuwerabakti tiap tahun. Dalam upacara itu diwajibkan hadir para raja raja daerah dari seluruh daerah Sunda. Waktu upacara dimulai 49 hari setelah penutupan musim panen dan berlangsung selama 9 hari kemudian ditutup dengan upacara Kuwerabakti pada malam bulan purnama. Saat ini di daerah Ciptagelar (Sukabumi -Lebak) upacara Gurubumi masih bisa dilakukan oleh masyarakat adat setempat, yg menarik sesepuh adat di Ciptagelar saat ini mengemukakan bahwa Kuwerabakti tidak bisa dilaksanakan di daerahnya dan hanya bisa dilakukan di dayeuh (PAKUAN/BOGOR) karena Kuwerabakti dahulu hanya dilakukan di ibukota PAJAJARAN. Upacara Gurubumi dan Kuwerabakti dahulu diadakan 49 hari setelah upacara penutupan musim panen di daerah-daerah dan 9 hari sebelum malam bulan purnama (antara minggu kedua Mei sd ketiga Juni). Perhitungan seperti itulah yang mendasari perhitungan HARI JADI BOGOR, yang mengambil momentum upacara Gurubumi dan Kuwerabakti pada tahun 1482 ketika Prabu Siliwangi dinobatkan, "3 JUNI" 1482. Sumber sejarah prasasti batutulis menerangkan sebagai berikut : 1.....wang na pun ini sakakala, prebu ratu purane pun diwastu. 2. diya wingaran prebu guru dewataprana diwastu diya dingaran sri. 3. baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran sri sang ratu de- 4. wata pun ya nu nyusuk na pakwan diya anak rahyang dewa nis- 5. kala sa(ng) sidamokta digunatiga, i(n) cu rahyang niskala wastu. 6. ka(n) canasa(ng) sidamokta kanusalarang , ya siya nyiyan sakaka-. 7. la gugunungan , gablay nyiyan samida, nyiyan sanghyang talaga. 8. rena maha wijaya, ya sinya pun.....i saka, panca panda 9. wa e (m) ban bumi. Transliterasinya: Semoga selamat. Inilah tanda peringatan (untuk) prabu Ratu almarhum, dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja ratu penguasa di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) di Pakuan. Dia anak Rahiyang Dewa Niskala yang mendiang di Gunatiga. cucu sang Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang mendiang ke Nusa Larang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung gunungan, mengeraskan (jalan) dengan batu. membuat hutan samida. membuat Sanghiyang Talaga Rena Maha Wijaya. Ya, dialah (yang membuat semua itu). (ditulis) Dalam tahun Saka lima-pandawa-pangasuh-bumi(1455 saka atau (1533 Masehi)). Catatan: Prasasti Batutulis dibuat oleh Surawisea raja pengganti dan putra dari Prabu Siliwangi dalam upacara peringatan setelah 12 tahun meninggal ayahnya yaitu Sri Baduga Maharajá (Prabu Siliwangi) sebagai penghormatan atas kebesaran dan keberhasilan sang ayah selama 39 tahun memimpin Pajajaran. Dari catatan ekspedisi VOC Belanda, berita naskah tua yang tersimpan di musium dan hasil penelitian, bisa diperkirakan parit yg dibuat Sri Baduga Maharaja (Siliwangi) ada di luar benteng Pakuan, membentang dari jembatan bondongan sampai stasiun Batutulis mengikuti alur rel KA sekarang (rel KA adalah dasar parit yang salah satu sisi luarnya telah diratakan). Sedangkan yang disebut Gugunungan dan Telaga Rena Mahawijaya yg disebut dalam prasasti Batutulis terletak di Rancamaya, gugunungan tepatnya adalah bukit badigul Rancamaya yg sekarang menjadi lapangan golf perumahan Rancamaya dan pada kaki bukit badigul ini dahulu terbentang Telaga Rena Mahawijaya yg sekarang telah berubah menjadi perumahan Rancamaya. Demikianlah, Pakuan Pajajaran adalah purasaba (ibukota) kerajaan besar di Jawa Barat, yang pada masanya merupakan tempat tinggalnya Raja Raja Pajajaran dan tempat hadirnya seluruh raja daerah dan para tamu negara dengan upacara besarnya yaitu “KUWERABAKTI” (seba ka raja). Upacara ini hanya dilakukan di ibukota Pajajaran yang sekarang kita namai BOGOR, dan seluruh raja daerah menyampaikan laporan tapanya (tugas pekerjaannya) pada waktu “seba” kepada raja membawa hasil bumi. Persembahan ketika itu dilengkapi diantaranya anjing pangerek (anjing untuk berburu)., kapas untuk bahan kain dan padi. Padi yang disampaikan untuk raja disebut “pangeureus reuma” atau padi yang tumbuh dari sisa gabah yang jatuh ke tanah kemudian tumbuh, jadi untuk makan raja, padi itulah yang diberikan rakyatnya, bukan padi/beras yang istimewa. Inilah contoh bijak seorang raja/pemimpin yang baik dan bijaksana bernama Sri Baduga Maharajá Ratu Hají di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratudewata atau masyarakat menyebutnya sebagai Prabu Siliwangi. Beliau selama 39 tahun memimpin Pajajaran membuat kondisi negara yang damai, negara aman tenteram dan sejahtera dalam tatanan kerajaan dan negara yang terkenal memiliki sistem Agraris Maritim.
Jumat, 23 November 2012
Fanatisme Golongan
وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ
وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ
الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ
فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ
يَخْتَلِفُونَ(البقرة:113)
Artinya: ”Orang orang Yahudi berkata, ”Orang orang Nasrani itu tidak punya pegangan”. Dan orang orang Nasrani berkata,”Orang orang Yahudi itu tidak punya pegangan”, padahal mereka membaca Kitab (yang sama). Begitulah, orang orang yang tidak mengetahui akan berkata seperti yang mereka ucapkan. Allah akan mengadili mereka pada hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan”. (Al Baqarah:113).
Yahudi bukanlah nama sebuah Agama, melainkan nama bagi sebuah Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) Islam yang didirikan para pengikut Nabi Musa setelah ia meninggal dunia. Sebutan Yahudi disandarkan kepada nama seorang tokoh keturunan Nabi Ya’qub, yaitu Yahuda. Namun fanatisme dan kecintaan Bani Israel terhadap ORMAS ini telah menggeser Islam dari hati mereka, sehingga lambat laun kata Yahudi masyhur dikenal sebagai nama sebuah Agama yang dibawa oleh Nabi Musa AS, padahal selama hidupnya, sekali saja, sang Nabi itu tak pernah mengatakan kata tersebut untuk sebuah Agama. Demikian pula Nasrani, pada mulanya ia bukanlah nama sebuah Agama. Nasrani adalah nama sebuah ORMAS Islam pengikut Nabi Isa AS yang pemberian namanya diambil dari nama sebuah kota yang merupakan daerah asal Nabi ISA AS, yaitu Nashirah atau Nazaret. Bahwa pada hari ini Nasrani dipahami sebagai nama sebuah Agama yang dibawa Nabi Isa AS, itu tak lain karena sikap fanatik para penganutnya terhadap ORMAS tersebut. Bahkan kata Islam yang diperkenalkan, diajarkan dan diperjuangkan Nabi mereka, tak lagi dikenal dalam kehidupan mereka.
Penamaan ORMAS ORMAS seperti ini bukanlah perkara yang terlarang. Oleh karena itu dalam sejumlah ayatnya, Al Qur’an masih menyampaikan sanjungan kepada para “anggota”-nya. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(البقرة:62)
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang orang Nasrani dan Shabi’in yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta mengerjakan amal saleh, mereka akan mendapatkan pahala mereka di sisi Tuhan mereka, dan mereka tiada merasa takut atupun bersedih hati”.(Al Baqarah:62).
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(المائدة:69)
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi’un dan orang-orang Nasrani yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta mengerjakan amal saleh, maka mereka tidak akan diliputi rasa takut dan tidak pula bersedih hati”.(Al Ma’idah:69).
Yahudi dan Nasrani membaca Kitab yang sama, Taurat. Bahkan keduanya mengklaim dirinya sebagai ORMAS ORMAS yang mengamalkannya secara “Kaaffah”. Tetapi anehnya kedua ORMAS itu tidak pernah rukun, masing-masing golongan merasa diri paling benar, bahkan satu dengan yang lain saling mengkafirkan. Ironisnya, sekali lagi, kedua ORMAS itu membaca kitab yang sama. Kalau begitu, di mana sesungguhnya pangkal persoalannya ?. Al Qur’an secara jelas menyatakan: ”Begitulah orang-orang yang tidak mengetahui akan mengatakan seperti ucapan mereka”. Jadi, keributan yang terjadi di tengah mereka adalah karena adanya orang-orang yang tak cukup pengetahuan tentang kitab suci ikut campur berbicara masalah Agama. Hal ini diperparah lagi oleh fanatisme kelompok, yang menyebabkan tertutupnya pintu hati mereka menerima kebenaran dari selain “Madzhab” yang dianutnya. Dengan bahasa lain, mereka telah mengganti kitab suci dengan kitab Madzhabnya dan menukar sabda Nabi dengan ucapan Ulama dari kelompoknya. Dari sinilah kemudian Allah mencela mereka dan menisbatkan mereka ke dalam kekufuran, meski mereka sendiri tak menyadari.
Apa yang terjadi di tengah kaum terdahulu sangatlah mungkin terjadi di tengah Ummat Muhammad SAW ini. Ditampilkannya kisah mereka sesungguhnya merupakan sinyal bagi kaum Muslimin agar waspada dan jangan salah bersikap, atau supaya mereka tidak mendapatkan cela di hadapan Allah sebagaimana yang terjadi pada pendahulunya.
Wahhabi atau Muhammadiyah adalah nama sebuah ORMAS yang penamaannya terambil dari kata Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pembaharu dari Najd, walaupun belakangan para anggotanya mengklaim bahwa kata Muhammad di sini dinisbatkan kepada Muhammad Rasulullah SAW. Nahdhatul Ulama, adalah sebuah ORMAS Islam yang penamaannya diambil dari nama tokoh yaitu Ulama, yang merupakan para pendirinya sekaligus anutannya dalam beragama. Kedua ORMAS di atas menyandarkan namanya kepada tokoh-tokoh sebagaimana yang dilakukan Yahudi. Adapun ORMAS yang menyandarkan namanya kepada suatu daerah atau kawasan — seperti Nasrani —dapat diberikan contohnya Nahdhatul Wathan yang berarti tanah Air. Seperti penulis kemukakan di atas, memberikan nama seperti ini tidaklah ada larangan, selama tetap berada pada komitmen keislaman dan menempat kan ORMAS pada posisinya. Namun, adakah fanatisme ORMAS Islam di kalangan Ummat Muhammad ini menyerupai Yahudi dan Nasrani ? Penerbit dan Toko Toko Buku cukup menjadi jawabannya, lihatlah ungkapan kata “Bid’ah”, “Musyrik” dan “Sesat” mereka alamatkan kepada saudaranya. Bila anda bertanya mengapa kaum Muslimin berseteru dengan sesamanya padahal mereka membaca kitab yang sama, bacalah kembali firman di atas: ”Begitulah orang-orang yang tak mengetahui akan mengatakan seperti ucapan mereka”. Dan apakah kecintaan kaum Muslimin kepada ORMAS kelompoknya melebihi cintanya kepada Agamanya ?. Selenggarakan saja sebuah kegiatan dengan label Islam, niscaya sebuah Masjid pun tak akan penuh terisi seluruh ruangannya. Setelah itu gelarlah sebuah acara dengan lebel ORMAS tertentu, niscaya Stadion Utama Senayan tak akan mampu menampung pengunjungnya. Bila hal ini telah berlaku, maka sesungguhnya berlakulah larangan Allah terhadap mereka sebagaimana telah diberlakukan kepada pendahulu mereka, Yahudi dan Nasrani. La haula Wala Quwwata Illa Billah !!
Ahlan Wa Sahlan
Air mata itupun mengalir. Dari pelupuk mata orang-orang yang begitu
berjasa dalam hidupku. Ibuku, dalam pelukan hangat dan linang haru ia
membisikkan beberapa kalimat kepadaku, anaknya. Bapak, seperti biasa ia
lebih memilih diam dalam keramaian, namun dalam diamnya ia menyiratkan
harapan besar kepada anaknya, itu aku ketahui beberapa jam sebelum
keberangkatan ke bandara setelah bercakap empat mata dengannya. Ya,
bagiku ia seorang nelayan yang jujur dalam pengabdiannya sebagai kepala
keluarga, ia mampu menyekolahkan enam putra-putrinya agar lebih tinggi
darinya yang hanya lulus sekolah dasar. Kakak-kakakku, adik-adikku,
juga keluarga yang senantiasa memberikan semangat untukku agar selalu
tegap dalam langkah dan berjuang tanpa lelah. Tak lupa juga mereka,
orang-orang yang tidak ada hubungan darah denganku namun begitu gigih
mengumandangkan arti perjuangan dan pengorbanan dalam hidup. Mereka
adalah guru-guruku, sahabat-sahabatku, juga kawan-kawanku yang
memberikan pemahaman akan kasih sayang, kepedulian, kelembutan,
ketegasan, kesetiaan, kesabaran, keberanian, dan lain sebagainya hingga
menjadikan hidup ini penuh dengan hikmah baik yang tersirat maupun
tersurat. Subhaanallah inilah rahasia kehidupan yang senantiasa
memperlhatkan warnanya yang beraneka ragam. Tak ayal, matapun tak
sanggup membendung air yang ingin keluar untuk bisa menikmati suasana
yang mengharu biru ini. Ya, sisi cengengku akhirnya nampak dan tak dapat
ku tahan di depan mereka, orang-orang yang penuh arti bagiku. Dan
bandara soekarno-hatta menjadi pijakan awal yang lantas memisahkanku
dengan mereka untuk menuju the next struggle. Ya, the next
struggle, karena telah ku tulis bahwa “LIFE IS STRUGGLE.”
Pesawat emirates siap membawa penumpang untuk terbang mengudara. Burung besi raksasa ini terlihat gagah di hadapan anak adam yang akan memenuhi kandungannya. Alhamdulillah syiar Islam tampak dalam penerbangan ini, sebelum memberikan pengarahan, pramugari membacakan doa berkendara yang dituntunkan oleh Nabi Saw. Beserta penumpang lainnya, kami pun bersiap menuju dubai, Uni Emirat Arab. Lho kok dubai? Ya, terlebih dahulu kami transit di dubai. Dubai International Airport namanya, ia menunjukkan keangkuhannya dengan penuh pesona yang serba modern. Di sepanjang lorong bandara, ia benar-benar pamer dengan kemegahannya. Ia menjadi representasi Uni Emirat Arab dewasa ini yang terseret dalam arus modernisasi di segala lini. Penghargaan-penghargaan dengan bangga di pajang dalam bentuk poster yang superbesar. Ia berada di level berbeda jika di bandingkan dengan bandara kebanggaan nusantara. Mulai dari pelayanan, ketertiban, dan infrastruktur yang digunakan.
Kurang lebih tiga jam kami menunggu penerbangan berikutnya. Seperti sebelumnya, pramugari terlebih dahulu membacakan doa. Bersiap kami menatap tempat tujuan, Ardhul anbiyaa’, Mesir. Tepatnya di ibu kotanya, Kairo. Pesawat yang dilengkapi dengan kamera bawah memberikan pengalaman tersendiri bagi penumpang. Kami dapat melihat fenomena alam yang ada di bawah pesawat melalui layar yang ada di depan tiap tempat duduk. Karena perjalanan di siang hari, pemandangan cukup jelas terlihat. Nampak gurun pasir yang berbukit-bukit, bangunan khas timur tengah yang mirip kardus kotak-kotak di berdirikan, bentangan sungai Nil, hingga lautan yang aku menebaknya itu adalah terusan suez ataupun ‘induk’nya, laut merah. Menakjubkan, subhaanallah.
Alhamdulillah pesawat landing dengan mulus. Bumi kinaanah telah menyambut kami melalui gerbangnya yang pertama, Cairo International Airport. Berbeda dengan dubai, CIA lebih terkesan mempertahankan ciri khasnya sebagai representasi negara historis yang kaya akan sejarah peradaban manusia. Ya, bicara mengenai Mesir maka kita akan terkesima dengan perpaduan budaya yang menghiasinya dalam kurun waktu yang sangat lama. Mulai dari peradaban tertua di dunia zaman firaun atau terkenal dengan sebutan pharanoic, lalu persinggahan romawi berpadu yunani yang di kenal dengan helenistic, kemudian coptic, dilanjutkan peradaban Islam dengan ciri khas dinasti yang berkuasa, lalu Mesir modern yang kaya cerita, hingga revolusi penuh nuansa heroisme yang menjadikan Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilu setelah lama menjadi musuh utama rezim penguasa. Ya, ia begitu low profile dan sangat jauh jika dibandingkan dengan Dubai. Walau bagaimanapun aku dan teman-teman menyiratkan kata yang sama “ahlan wa sahlan fi ardhil anbiyaa’.”
Keluar dari bandara kami telah dijemput oleh bus untuk dibawa ke flat yang sudah disiapkan. Selama perjalanan menuju flat, aku lebih banyak diam, teringat keluarga yang ada di nusantara, guru, juga sahabat-sahabatku. Tak kuasa, air mata pun menetes membasahi pipi. Pemandangan sepanjang jalan tak begitu aku perhatikan mengingat waktu itu kepala juga agak terasa pening. Mungkin jetlag akibat perjalanan yang mencapai 8000 km lintas benua juga perubahan waktu dan cuaca. Setiba di flat pun rasa pening masih terasa. Namun semua itu dapat ditahan karena rasa bangga untuk menjejaki perjuangan di belahan bumi yang baru. Segera setelah tiba di flat, kami memasukkan barang-barang yang super banyak untuk kemudian istirahat sejenak. Alhamdulillah dengan izin Allah kami dapat flat di lantai ardliyyah atau dasar, sehingga memudahkan kami untuk tidak repot-repot naik turun tangga. Flat kami terletak di Madiinatu Nasr atau Nasr city yang memang banyak mahasiswa asia tenggara khususnya Indonesia yang memilih daerah ini sebagai tempat tinggal. Tepatnya lagi di Hai ‘aasyir, Bawwabah Tsaany, imarah 61.
Beberapa jam setelah istirahat, kakak-kakak senior menyuruh kumpul sebentar untuk taaruf. Ya, merekalah yang nantinya menjadi keluargaku di negeri kedua ini. Ternyata, kebanyakan dari mereka adalah alumni ma’had Husnul Khatimah Kuningan. Hanya empat orang yang merupakan alumni luar, itu termasuk aku. Dan kebetulan kami berempat di kamar yang sama. Di flat sendiri, terdapat tiga kamar yang cukup luas. Setiap kamar diisi empat orang. Tercatat hanya aku dan seorang lagi yang notabene dari Jawa. Mayoritas dari Sunda, tak ayal bahasa sunda pun menjadi dominan di sini, ya ya ya mungkin keuntungan bagiku untuk belajar bahasa sunda juga, siapa tahu kelak Allah menakdirkanku dengan orang sunda, hahaha. Ketiga teman sekamarku juga dari suku sunda, hanya saja salah satu mereka bukan Sunda asli, tepatnya blesteran minang dan sunda. Hari pertama aku manfaatkan untuk menjalin keakraban dengan mereka, sharing, canda, dan tawa pun mewarnai kebersamaan kami. Hanya saja tak dapat disangkal, kepala ini masih cukup pening dan butuh istirahat lebih.
Azan ashar berkumandang. Dengan ditemani kakak senior, aku dan kawanku pergi ke masjid untuk pertama kalinya setelah menjejakkan kaki di kairo. Masjid terletak cukup dekat dari flat. Jalan kaki tak lebih dari sepuluh menit kami sudah sampai. As salam namanya, cukup besar di tambah satu bangunan lagi yang dari luar menyerupai mushala, namun ternyata ia adalah daurul miyah, tempat wudhu dan toilet. Masjid ini berbentuk segi delapan. Hanya memiliki satu lantai tapi lumayan luas untuk menampung jamaah. Dari papan pengumuman yang terpampang di dinding masjid tertera bahwa masjid tidak menerima sumbangan bahkan infak atau amal. Oleh karena itu disini tidak terdapat kotak amal lazimnya masjid di Indonesia. Masjid inilah yang menjadi tempat bersujud dan mengadu kami kepada Rabb pencipta alam semesta di awal-awal hari kami di kairo. O ya, ada cerita lucu ketika kami menunggu waktu shalat Isya’ setelah menunaikan shalat maghrib. Kepala yang masih pening membuat kami ingin segera istirahat dan tidur di flat selepas shalat Isya’. Setelah azan isya’ dan shalat sunnah qabliyah kami menanti iqamah. Dua puluh menit lebih iqamah tak kunjung dikumandangkan. Kepala yang masih pening membuat kami tidak sabar menanti, akhirnya kami pun berinisiatif membuat jamaah sendiri di pojok masjid. Teman-teman menunjukku untuk menjadi imam. Eh, ternyata ada 3 atau 4 orang Mesir yang ikut jamaah, mungkin ia mengira jamaah masjid sudah selesai. Setelah salam, mereka pun berdiri lagi mengikuti jamaah masjid yang baru di mulai sambil ngomong-ngomong gag jelas. Kami pun cuek saja dan akhirnya memilih pulang beristirahat agar dapat menyesuaikan waktu Kairo esok harinya.
Alhamdulillah, di hari kedua aku relatif bisa menyesuaikan dengan waktu. Agaknya teman-teman masih belum sepenuhnya bisa, banyak dari mereka yang masih melek malam harinya dan baru tidur pagi hari, masih berjiwa Indonesia. Hanya saja kendala cuaca yang bagiku masih banyak perlu penyesuaian, walau hari-hari ini cuaca Mesir masih dalam tahap peralihan sehingga tidak terlalu ekstrim dan relatif sama dengan Jakarta, namun ketahanan tubuhku yang memang kurang baik berakibat pada bibir yang super kering. Lebih parah dari yang ku alami kala di Ciputat. Tapi akhirnya masalah ini dapat teratasi setelah disarankan kakak senior untuk membeli lip mousturizer, berbentuk seperti lipstik yang berharga cukup murah, hanya tiga pounds setengah atau kurang lebih lima ribu rupiah. Di sini aku pribadi tidak terlalu mempermasalahkan makanan. Apalagi setelah tahu teman-teman serumah pada jago masak, yah... lagi-lagi aku beruntung bisa belajar masak dari mereka. Pernah suatu ketika, teman-teman pada keluar, aku izin tidak ikut karena suatu alasan. Selepas Isya’ mereka tak kunjung datang. Karena perut ini sudah bernyanyi, aku berinisiatif masak untukku pribadi, juga sekalian untuk teman-teman. Karena bingung, aku mencari yang mudah saja, telur plus bumbu pecel. Tatkala masak telur aku salah memasukkan gula yang ku kira garam. Akhirnya jadilah telur gula manis. Karena yang masak, aku terima saja apa adanya. Tak berapa lama teman-teman datang. Melihat ada telur di meja dapur, mereka langsung menyantapnya tanpa menghiraukan rasa. Dalam hati aku berkata, “alhamdulillah ternyata masakanku laku juga” hahaha. Makanan khas Mesir juga tak ekstrim amat rasanya. Hanya saja memang agak asing di lidah, contohnya tha’miyah bil beydl, eisy, fuul, dan lain sebagainya. Untuk bahasa, memang bagiku pribadi masih sulit mencerna. Walau begitu aku beranikan diri untuk bercakap-cakap dengan orang pribumi, kadang waktu beli sesuatu, kadang di bus, atau di masjid. Kalau sudah bener-bener tidak nyambung, ya langsung saja aku katakan, “ musy faahim yaa rayyis, ana gadiid hina.”
Hari kedua di Mesir merupakan jumat pertama bagiku dan kawan-kawanku. Pada shalat jumat pertama ini yang bertindak sebagai imam dan khatib adalah DR. Omar bin Abdul Aziz. Karena memakai bahasa fusha, aku cukup mampu memahami isi khutbah. Khutbahnya berisi tanggapan beliau seputar isu internasional yang tengah marak dan menjadi pusat perhatian dunia. Ya, tentang film penghinaan terhadap Nabi Saw “innocence of Moslem.” Dari khutbahnya, tampak beliau benar-benar geram terhadap apa yang terjadi di barat dan Amerika. Dengan dalih kebebasan berekspresi mereka telah menginjak-nginjak harga diri umat Islam. Belum sembuh luka umat Islam dari gambar-gambar karikatur Nabi Saw, kini telah kembali di serang dengan film yang sangat mendiskreditkan sang musthafa. Ya, mesir merupakan salah satu negara yang melancarkan protes sangat keras atas film ini hingga mengundang perhatian media internasional setelah Libya yang menelan korban tewasnya dubes AS. Pada hari sabtu ba’da dzuhur, ceramah pun masih seputar tanggapan atas film itu. Namun kali ini dengan Syaikh yang berbeda. Aku lupa namanya, namun perawakannya mengingatkanku pada Syaikh Ahmad Yasin, pemimpin kharismatik Hamas Palestina yang syahid- insyaAllah- dibom apache zionis Israel. Sama-sama buta dan lumpuh, bedanya hanya suaranya yang masih menggelegar seperti singa, sementara Syekh Ahmad Yasin suaranya pelan dan berat. Inilah kosekuensi yang harus diambil oleh sang penghina Nabi Saw, maka jangan harap umat islam akan diam dan pasrah. Dalam bukunya Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam satu bab mengenai hal ini dengan judul sangar “pedang terhunus untuk penghujat Nabi Saw.”
Pada sore hari jumat, setiap kamar dihimbau untuk memilih perwakilan yang akan berbelanja keperluan rumah dan kamar. Teman-teman kamar menyuruhku untuk pergi sebagai wakil. Dengan mobil sewaan kami pun menjelajahi kairo untuk mendapatkan barang yang sudah terdata. Alhamdulillah aku dapat menikmati kairo di malam hari dan mengamati pemandangan di sepanjang jalan. Kairo, ia tak seperti yang terbayangkan sebelumnya. Ia layaknya kota mati selepas perang. Untuk orang Indonesia, hendaknya ia perlu bersyukur, jika tidak maka kiranya ia perlu datang ke Kairo. Jalanan yang bergelombang tidak rata, batu-batu yang berserakan, puing-puing yang tercecer di jalanan, dan jarangnya traffict light. Waktu itu kami terjebak macet di pertigaan jalan raya. Tak ada mabahits yang mengatur, tak ada traffict light, akhirnya pengatur lalu lintas dadakan pun tampil. Beberapa dari pengendara keluar dari mobil untuk mengatur lalu lintas dengan sukarela. Sungguh kejadian yang belum pernah ku lihat di Jakarta.
Kami berbelanja di carefour city centre. Sangat ramai. Disinilah aku melihat orang-orang Mesir mulai dari yang tua, hingga anak-anak kecil. Disini pula aku menyaksikan perempuan-perempuan Mesir yang katanya mewarisi kecantikan Cleopatra dan Nefertiti. Memang, mereka rata-rata memberikanku kesimpulan sama. Hidungnya mancung dan rupawan. Bisa jadi benar apa yang dikatakan salah sorang guruku bahwa jelekanya wanita Mesir ketika di Indonesia ia akan jadi artis. Juga apa yang diceritakan novelis Habiburrahman El shirazy dalam noveletnya “pudarnya pesona Cleopatra.” Astaghfirullah, allahumma innii a’uudzu bika min fitnatin nisaa’.
Pesona itu akhirnya ku dapati juga. Karena tidak sabar untuk segera pergi ke kampus, saya dan seorang kawan nekat pergi ke kampus tanpa ditemani senior. Alhamdulillah di perjalanan kami berjumpa dengan mahasiswa S2 dari Indonesia. Kami berkenalan, dan akhirnya beliaulah yang mengantar dan menemani kami menuju Al azhar dan sekitarnya. Sebelum tiba di Al Azhar kami turun lebih dahulu di Halte Hai saabi’ dekat kulliyyatul banaat. Ada kejadian memilukan waktu itu. Seorang sopir angkot membuka pintu mobil, tapi dari belakang taksi melaju hingga tabrakan tak terelakkan. Seketika itu pintu mobil rusak. Adu mulut pun tak tertahankan. Aku berpikir kalau seandainya itu terjadi di Indonesia, pasti bukan hanya adu mulut yang terjadi, melainkan juga adu bogem.
Pesona keilmuan di Al-Azhar benar-benar menarik perhatianku. Ia terletak di wilayah darraasah. Kami berjalan-jalan di sekitar kampus, di masjid Al-Azhar, dan masjid Husein yang di dalamnya terdapat makam yang katanya adalah kepala Husein. Kata kenalan kami di masjid ini banyak orang syiah. Di masjid Al-azhar Asy-syarif sendiri banyak halaqah yang diisi oleh para masyayikh. Itu diselenggarakan setiap hari, dari pagi hari sampai larut malam. Yang dibahas pun bermacam-macam berkaitan dengan ilmu syar’i dan bahasa arab. tergantung tempatnya di setiap bilik. Ada yang di bilik atraak jam sekian membahas tentang nahwu sharf, di bilik maghaaribah jam yang sama membahas ushul fiqh, juga bilik lain yang membahas variasi disiplin ilmu. Subhaanallah, diri ini benar-benar tidak sabar untuk segera masuk kuliah dan mengikuti muhadharah serta halaqah para masyayikh Al azhar.
Ya, walau bagaimanapun aku kini telah menjejakkan kaki di bumi para Nabi. Tujuanku disini bukanlah untuk mencari apresiasi, menarik simpati, alih-alih gengsi. Namun tiada lain adalah untuk menuntut dan menimba ilmu sebanyak mungkin sehingga menjadi bermanfaat bagi umat kelak, khususnya bagi keluargaku. Orientasi niat perlu dijaga agar tidak melenceng dari misi utama. Mesir, khusunya Kairo harus ditaklukan, karena kalau tidak ia akan menaklukanmu. “Al qaahirah in lam tuqahhirhaa qahharatka,” begitu kata pepatah pribumi. Tidak hanya air mata yang melepasku, namun peluh keringat perjuangan orang tua juga telah menjadi bekalku. Perjuangan di depan, pada perspektif tertentu memang terlihat lebih terjal dan tak senyaman sebelumnya. Tapi aku yakin janji-Nya bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Juga dalam firman-Nya:
وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ (99)
“Dan Yusuf a.s berkata; masuklah kamu ke negeri Mesir insyaAllah kamu akan dalam keadaan aman.” (QS. Yusuf: 99)
Bismillaah... LIFE IS STRUGGLE
Pesawat emirates siap membawa penumpang untuk terbang mengudara. Burung besi raksasa ini terlihat gagah di hadapan anak adam yang akan memenuhi kandungannya. Alhamdulillah syiar Islam tampak dalam penerbangan ini, sebelum memberikan pengarahan, pramugari membacakan doa berkendara yang dituntunkan oleh Nabi Saw. Beserta penumpang lainnya, kami pun bersiap menuju dubai, Uni Emirat Arab. Lho kok dubai? Ya, terlebih dahulu kami transit di dubai. Dubai International Airport namanya, ia menunjukkan keangkuhannya dengan penuh pesona yang serba modern. Di sepanjang lorong bandara, ia benar-benar pamer dengan kemegahannya. Ia menjadi representasi Uni Emirat Arab dewasa ini yang terseret dalam arus modernisasi di segala lini. Penghargaan-penghargaan dengan bangga di pajang dalam bentuk poster yang superbesar. Ia berada di level berbeda jika di bandingkan dengan bandara kebanggaan nusantara. Mulai dari pelayanan, ketertiban, dan infrastruktur yang digunakan.
Kurang lebih tiga jam kami menunggu penerbangan berikutnya. Seperti sebelumnya, pramugari terlebih dahulu membacakan doa. Bersiap kami menatap tempat tujuan, Ardhul anbiyaa’, Mesir. Tepatnya di ibu kotanya, Kairo. Pesawat yang dilengkapi dengan kamera bawah memberikan pengalaman tersendiri bagi penumpang. Kami dapat melihat fenomena alam yang ada di bawah pesawat melalui layar yang ada di depan tiap tempat duduk. Karena perjalanan di siang hari, pemandangan cukup jelas terlihat. Nampak gurun pasir yang berbukit-bukit, bangunan khas timur tengah yang mirip kardus kotak-kotak di berdirikan, bentangan sungai Nil, hingga lautan yang aku menebaknya itu adalah terusan suez ataupun ‘induk’nya, laut merah. Menakjubkan, subhaanallah.
Alhamdulillah pesawat landing dengan mulus. Bumi kinaanah telah menyambut kami melalui gerbangnya yang pertama, Cairo International Airport. Berbeda dengan dubai, CIA lebih terkesan mempertahankan ciri khasnya sebagai representasi negara historis yang kaya akan sejarah peradaban manusia. Ya, bicara mengenai Mesir maka kita akan terkesima dengan perpaduan budaya yang menghiasinya dalam kurun waktu yang sangat lama. Mulai dari peradaban tertua di dunia zaman firaun atau terkenal dengan sebutan pharanoic, lalu persinggahan romawi berpadu yunani yang di kenal dengan helenistic, kemudian coptic, dilanjutkan peradaban Islam dengan ciri khas dinasti yang berkuasa, lalu Mesir modern yang kaya cerita, hingga revolusi penuh nuansa heroisme yang menjadikan Ikhwanul Muslimin sebagai pemenang pemilu setelah lama menjadi musuh utama rezim penguasa. Ya, ia begitu low profile dan sangat jauh jika dibandingkan dengan Dubai. Walau bagaimanapun aku dan teman-teman menyiratkan kata yang sama “ahlan wa sahlan fi ardhil anbiyaa’.”
Keluar dari bandara kami telah dijemput oleh bus untuk dibawa ke flat yang sudah disiapkan. Selama perjalanan menuju flat, aku lebih banyak diam, teringat keluarga yang ada di nusantara, guru, juga sahabat-sahabatku. Tak kuasa, air mata pun menetes membasahi pipi. Pemandangan sepanjang jalan tak begitu aku perhatikan mengingat waktu itu kepala juga agak terasa pening. Mungkin jetlag akibat perjalanan yang mencapai 8000 km lintas benua juga perubahan waktu dan cuaca. Setiba di flat pun rasa pening masih terasa. Namun semua itu dapat ditahan karena rasa bangga untuk menjejaki perjuangan di belahan bumi yang baru. Segera setelah tiba di flat, kami memasukkan barang-barang yang super banyak untuk kemudian istirahat sejenak. Alhamdulillah dengan izin Allah kami dapat flat di lantai ardliyyah atau dasar, sehingga memudahkan kami untuk tidak repot-repot naik turun tangga. Flat kami terletak di Madiinatu Nasr atau Nasr city yang memang banyak mahasiswa asia tenggara khususnya Indonesia yang memilih daerah ini sebagai tempat tinggal. Tepatnya lagi di Hai ‘aasyir, Bawwabah Tsaany, imarah 61.
Beberapa jam setelah istirahat, kakak-kakak senior menyuruh kumpul sebentar untuk taaruf. Ya, merekalah yang nantinya menjadi keluargaku di negeri kedua ini. Ternyata, kebanyakan dari mereka adalah alumni ma’had Husnul Khatimah Kuningan. Hanya empat orang yang merupakan alumni luar, itu termasuk aku. Dan kebetulan kami berempat di kamar yang sama. Di flat sendiri, terdapat tiga kamar yang cukup luas. Setiap kamar diisi empat orang. Tercatat hanya aku dan seorang lagi yang notabene dari Jawa. Mayoritas dari Sunda, tak ayal bahasa sunda pun menjadi dominan di sini, ya ya ya mungkin keuntungan bagiku untuk belajar bahasa sunda juga, siapa tahu kelak Allah menakdirkanku dengan orang sunda, hahaha. Ketiga teman sekamarku juga dari suku sunda, hanya saja salah satu mereka bukan Sunda asli, tepatnya blesteran minang dan sunda. Hari pertama aku manfaatkan untuk menjalin keakraban dengan mereka, sharing, canda, dan tawa pun mewarnai kebersamaan kami. Hanya saja tak dapat disangkal, kepala ini masih cukup pening dan butuh istirahat lebih.
Azan ashar berkumandang. Dengan ditemani kakak senior, aku dan kawanku pergi ke masjid untuk pertama kalinya setelah menjejakkan kaki di kairo. Masjid terletak cukup dekat dari flat. Jalan kaki tak lebih dari sepuluh menit kami sudah sampai. As salam namanya, cukup besar di tambah satu bangunan lagi yang dari luar menyerupai mushala, namun ternyata ia adalah daurul miyah, tempat wudhu dan toilet. Masjid ini berbentuk segi delapan. Hanya memiliki satu lantai tapi lumayan luas untuk menampung jamaah. Dari papan pengumuman yang terpampang di dinding masjid tertera bahwa masjid tidak menerima sumbangan bahkan infak atau amal. Oleh karena itu disini tidak terdapat kotak amal lazimnya masjid di Indonesia. Masjid inilah yang menjadi tempat bersujud dan mengadu kami kepada Rabb pencipta alam semesta di awal-awal hari kami di kairo. O ya, ada cerita lucu ketika kami menunggu waktu shalat Isya’ setelah menunaikan shalat maghrib. Kepala yang masih pening membuat kami ingin segera istirahat dan tidur di flat selepas shalat Isya’. Setelah azan isya’ dan shalat sunnah qabliyah kami menanti iqamah. Dua puluh menit lebih iqamah tak kunjung dikumandangkan. Kepala yang masih pening membuat kami tidak sabar menanti, akhirnya kami pun berinisiatif membuat jamaah sendiri di pojok masjid. Teman-teman menunjukku untuk menjadi imam. Eh, ternyata ada 3 atau 4 orang Mesir yang ikut jamaah, mungkin ia mengira jamaah masjid sudah selesai. Setelah salam, mereka pun berdiri lagi mengikuti jamaah masjid yang baru di mulai sambil ngomong-ngomong gag jelas. Kami pun cuek saja dan akhirnya memilih pulang beristirahat agar dapat menyesuaikan waktu Kairo esok harinya.
Alhamdulillah, di hari kedua aku relatif bisa menyesuaikan dengan waktu. Agaknya teman-teman masih belum sepenuhnya bisa, banyak dari mereka yang masih melek malam harinya dan baru tidur pagi hari, masih berjiwa Indonesia. Hanya saja kendala cuaca yang bagiku masih banyak perlu penyesuaian, walau hari-hari ini cuaca Mesir masih dalam tahap peralihan sehingga tidak terlalu ekstrim dan relatif sama dengan Jakarta, namun ketahanan tubuhku yang memang kurang baik berakibat pada bibir yang super kering. Lebih parah dari yang ku alami kala di Ciputat. Tapi akhirnya masalah ini dapat teratasi setelah disarankan kakak senior untuk membeli lip mousturizer, berbentuk seperti lipstik yang berharga cukup murah, hanya tiga pounds setengah atau kurang lebih lima ribu rupiah. Di sini aku pribadi tidak terlalu mempermasalahkan makanan. Apalagi setelah tahu teman-teman serumah pada jago masak, yah... lagi-lagi aku beruntung bisa belajar masak dari mereka. Pernah suatu ketika, teman-teman pada keluar, aku izin tidak ikut karena suatu alasan. Selepas Isya’ mereka tak kunjung datang. Karena perut ini sudah bernyanyi, aku berinisiatif masak untukku pribadi, juga sekalian untuk teman-teman. Karena bingung, aku mencari yang mudah saja, telur plus bumbu pecel. Tatkala masak telur aku salah memasukkan gula yang ku kira garam. Akhirnya jadilah telur gula manis. Karena yang masak, aku terima saja apa adanya. Tak berapa lama teman-teman datang. Melihat ada telur di meja dapur, mereka langsung menyantapnya tanpa menghiraukan rasa. Dalam hati aku berkata, “alhamdulillah ternyata masakanku laku juga” hahaha. Makanan khas Mesir juga tak ekstrim amat rasanya. Hanya saja memang agak asing di lidah, contohnya tha’miyah bil beydl, eisy, fuul, dan lain sebagainya. Untuk bahasa, memang bagiku pribadi masih sulit mencerna. Walau begitu aku beranikan diri untuk bercakap-cakap dengan orang pribumi, kadang waktu beli sesuatu, kadang di bus, atau di masjid. Kalau sudah bener-bener tidak nyambung, ya langsung saja aku katakan, “ musy faahim yaa rayyis, ana gadiid hina.”
Hari kedua di Mesir merupakan jumat pertama bagiku dan kawan-kawanku. Pada shalat jumat pertama ini yang bertindak sebagai imam dan khatib adalah DR. Omar bin Abdul Aziz. Karena memakai bahasa fusha, aku cukup mampu memahami isi khutbah. Khutbahnya berisi tanggapan beliau seputar isu internasional yang tengah marak dan menjadi pusat perhatian dunia. Ya, tentang film penghinaan terhadap Nabi Saw “innocence of Moslem.” Dari khutbahnya, tampak beliau benar-benar geram terhadap apa yang terjadi di barat dan Amerika. Dengan dalih kebebasan berekspresi mereka telah menginjak-nginjak harga diri umat Islam. Belum sembuh luka umat Islam dari gambar-gambar karikatur Nabi Saw, kini telah kembali di serang dengan film yang sangat mendiskreditkan sang musthafa. Ya, mesir merupakan salah satu negara yang melancarkan protes sangat keras atas film ini hingga mengundang perhatian media internasional setelah Libya yang menelan korban tewasnya dubes AS. Pada hari sabtu ba’da dzuhur, ceramah pun masih seputar tanggapan atas film itu. Namun kali ini dengan Syaikh yang berbeda. Aku lupa namanya, namun perawakannya mengingatkanku pada Syaikh Ahmad Yasin, pemimpin kharismatik Hamas Palestina yang syahid- insyaAllah- dibom apache zionis Israel. Sama-sama buta dan lumpuh, bedanya hanya suaranya yang masih menggelegar seperti singa, sementara Syekh Ahmad Yasin suaranya pelan dan berat. Inilah kosekuensi yang harus diambil oleh sang penghina Nabi Saw, maka jangan harap umat islam akan diam dan pasrah. Dalam bukunya Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam satu bab mengenai hal ini dengan judul sangar “pedang terhunus untuk penghujat Nabi Saw.”
Pada sore hari jumat, setiap kamar dihimbau untuk memilih perwakilan yang akan berbelanja keperluan rumah dan kamar. Teman-teman kamar menyuruhku untuk pergi sebagai wakil. Dengan mobil sewaan kami pun menjelajahi kairo untuk mendapatkan barang yang sudah terdata. Alhamdulillah aku dapat menikmati kairo di malam hari dan mengamati pemandangan di sepanjang jalan. Kairo, ia tak seperti yang terbayangkan sebelumnya. Ia layaknya kota mati selepas perang. Untuk orang Indonesia, hendaknya ia perlu bersyukur, jika tidak maka kiranya ia perlu datang ke Kairo. Jalanan yang bergelombang tidak rata, batu-batu yang berserakan, puing-puing yang tercecer di jalanan, dan jarangnya traffict light. Waktu itu kami terjebak macet di pertigaan jalan raya. Tak ada mabahits yang mengatur, tak ada traffict light, akhirnya pengatur lalu lintas dadakan pun tampil. Beberapa dari pengendara keluar dari mobil untuk mengatur lalu lintas dengan sukarela. Sungguh kejadian yang belum pernah ku lihat di Jakarta.
Kami berbelanja di carefour city centre. Sangat ramai. Disinilah aku melihat orang-orang Mesir mulai dari yang tua, hingga anak-anak kecil. Disini pula aku menyaksikan perempuan-perempuan Mesir yang katanya mewarisi kecantikan Cleopatra dan Nefertiti. Memang, mereka rata-rata memberikanku kesimpulan sama. Hidungnya mancung dan rupawan. Bisa jadi benar apa yang dikatakan salah sorang guruku bahwa jelekanya wanita Mesir ketika di Indonesia ia akan jadi artis. Juga apa yang diceritakan novelis Habiburrahman El shirazy dalam noveletnya “pudarnya pesona Cleopatra.” Astaghfirullah, allahumma innii a’uudzu bika min fitnatin nisaa’.
Pesona itu akhirnya ku dapati juga. Karena tidak sabar untuk segera pergi ke kampus, saya dan seorang kawan nekat pergi ke kampus tanpa ditemani senior. Alhamdulillah di perjalanan kami berjumpa dengan mahasiswa S2 dari Indonesia. Kami berkenalan, dan akhirnya beliaulah yang mengantar dan menemani kami menuju Al azhar dan sekitarnya. Sebelum tiba di Al Azhar kami turun lebih dahulu di Halte Hai saabi’ dekat kulliyyatul banaat. Ada kejadian memilukan waktu itu. Seorang sopir angkot membuka pintu mobil, tapi dari belakang taksi melaju hingga tabrakan tak terelakkan. Seketika itu pintu mobil rusak. Adu mulut pun tak tertahankan. Aku berpikir kalau seandainya itu terjadi di Indonesia, pasti bukan hanya adu mulut yang terjadi, melainkan juga adu bogem.
Pesona keilmuan di Al-Azhar benar-benar menarik perhatianku. Ia terletak di wilayah darraasah. Kami berjalan-jalan di sekitar kampus, di masjid Al-Azhar, dan masjid Husein yang di dalamnya terdapat makam yang katanya adalah kepala Husein. Kata kenalan kami di masjid ini banyak orang syiah. Di masjid Al-azhar Asy-syarif sendiri banyak halaqah yang diisi oleh para masyayikh. Itu diselenggarakan setiap hari, dari pagi hari sampai larut malam. Yang dibahas pun bermacam-macam berkaitan dengan ilmu syar’i dan bahasa arab. tergantung tempatnya di setiap bilik. Ada yang di bilik atraak jam sekian membahas tentang nahwu sharf, di bilik maghaaribah jam yang sama membahas ushul fiqh, juga bilik lain yang membahas variasi disiplin ilmu. Subhaanallah, diri ini benar-benar tidak sabar untuk segera masuk kuliah dan mengikuti muhadharah serta halaqah para masyayikh Al azhar.
Ya, walau bagaimanapun aku kini telah menjejakkan kaki di bumi para Nabi. Tujuanku disini bukanlah untuk mencari apresiasi, menarik simpati, alih-alih gengsi. Namun tiada lain adalah untuk menuntut dan menimba ilmu sebanyak mungkin sehingga menjadi bermanfaat bagi umat kelak, khususnya bagi keluargaku. Orientasi niat perlu dijaga agar tidak melenceng dari misi utama. Mesir, khusunya Kairo harus ditaklukan, karena kalau tidak ia akan menaklukanmu. “Al qaahirah in lam tuqahhirhaa qahharatka,” begitu kata pepatah pribumi. Tidak hanya air mata yang melepasku, namun peluh keringat perjuangan orang tua juga telah menjadi bekalku. Perjuangan di depan, pada perspektif tertentu memang terlihat lebih terjal dan tak senyaman sebelumnya. Tapi aku yakin janji-Nya bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Juga dalam firman-Nya:
وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ (99)
“Dan Yusuf a.s berkata; masuklah kamu ke negeri Mesir insyaAllah kamu akan dalam keadaan aman.” (QS. Yusuf: 99)
Bismillaah... LIFE IS STRUGGLE
Langganan:
Postingan (Atom)