
Budaya yang ada
di Indonesia ketika itu adalah Budaya Hindu dan Budha, istilah orang jawa
ketika itu adalah kejawen. Wali Songo ketika menyebarkan agama Islam tidak
serta merta menghancurkan kebudayaan tersebut, akan tetapi meleburkan
Kebudayaan Islam dengan Kebudayaan Hindu-Budha. Jalur ini menarik perhatian
sebagian masyarakat Indonesia ketika itu, karena hegemoni masyarakat Indonesia
ketika itu belum berani untuk menerima kebudayaan asing. Cerdiknya para wali
songo ketika itu memakai teori Akulturasi, sangat mungkin di zaman itu Ilmu
Sosiologi belum dikenal atau bahkan mungkin belum lahir, akan tetapi hebat dan
pintarnya wali songo sudah dapat memahami strategi dakwah dengan mengenal
antropologi dan sosiologi masyarakat Indonesia ketika itu. Akulturasi tidak
menghancurkan budaya jawa yang sudah bercampur-baur dengan adat hindu dan
budha.

Karena memang
sosiologi masyarakat di setiap Negara hampir sama, sulit untuk menerima sesuatu
yang baru. Oleh karena itu, akulturasi adalah jalan yang baik untuk
mendakwahkan Islam kepada masyarakat yang belum mengenal agama Islam secara kaffah.
Karena dengan menggabungkan dua kebudayaan, masyarakat pun tidak merasa
kehilangan budaya yang sudah mendarah daging dan merasa senang karena mendapat
“sesuatu” yang baru. Sebagai contoh masyarakat Jawa suka mengadakan
kumpul-kumpul di rumah keluarga yang sedang mendapatkan musibah seperti
meninggal dunia, akan tetapi mereka menghabiskan waktu malam dengan minum-minum
minuman keras dan bermain judi, Wali Songo tidak membuang budaya tersebut. Budaya
kumpul-kumpulnya masih tetap ada, gelasnya tidak dihancurkan, air kopinya dibuang,
ada penghancuran kebudayaan hindu-budha ketika itu, dan diganti dengan budaya
Islam seperti mengaji Al-Qur’an 30 Juz atau mengadakan Tahlilan didalamnya
menbaca takbir, tahmid, beberapa ayat Qur’an dan doa untuk si mayit yang dengan
harapan si Mayit mendapatkan maghfirah dari Allah SWT, mulai memasukkan
air putih kedalam gelas tersebut.
Akulturasi
terbukti ampuh digunakan untuk menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat luas,
karena memang dengan penghancuran budaya lama maka memunculkan dendam dari
masyarakat yang budayanya dihancurkan oleh budaya yang baru. Mereka sulit
beradaptasi dengan budaya yang baru, hingga akhirnya mereka menganggap budaya
baru sebagai komoditas asing dan menakutkan yang tidak harus diikiuti atau
dihancurkan sama sekali, namun karena masyarakat yang menganut budaya lama
dikalahkan oleh pendatang yang membawa budaya baru sehingga mau tidak mau, atau
lebih tepatnya ada pemaksaan yang membuat masyarakat budaya lama mengambil
budaya baru sebagai budaya yang harus diikuti, dan lagi-lagi tidak semua
masyarakat mengikuti budaya tersebut dengan “ikhlas”, beberapa golongan
masyarakat, biasanya berisi orang-orang yang dituakan melakukan gerakan oposisi
terhadap pendatang yang membawa budaya baru. Dan kalau para pendatang itu tidak
siap menangani para oposisi, mereka akan kalah dan budaya yang mereka bawa akan
dihancurkan dan selamanya akan dianggap budaya yang salah dan budaya yang harus
dilenyapkan dari muka bumi. Bagaimana caranya mereka akan bercerita tentang
keburukan budaya baru bahkan membuat cerita-cerita dengan versi memojokkan
budaya baru yang telah mereka hancurkan. Ini terjadi di wilayah Spanyol dan
beberapa Negara di Eropa, ketika Islam datang dengan jalur invasi atau
asimilasi.
Itulah mengapa
Wali Songo mendakwahkan agama Islam dengan jalur akulturasi, dan terbukti ampuh
hingga saat ini Islam besar di Negara Indonesia, bahkan Indonesia menjadi
Negara yang masyarakat Islamnya paling banyak. Dengan jalur akulturasi,
masyarakat di zaman itu merasa secara tidak langsung masuk ke dalam budaya
Islam. Contoh lainnya adalah dakwah Sunan Kalijaga yang membawa wayang dan
gending ke dalam dakwahnya, masyarakat Jawa ketika itu menonton Wayang dengan
cerita-cerita Mahabrata ataupun Karmapala sambil meminum-minuman keras. Tapi
Sunan Kalijaga tampil dengan membawa cerita-cerita Islam atau cerita pewayangan
jawa yang menceritakan tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dengan metode
inilah akhirnya hampir seluruh masyarakat Jawa masuk ke dalam Agama Islam.
Lagi-lagi Akulturasi lebih efektif dan efesien dalam mendakwahkan Agama Islam. Wallahu
A’lam
Dian Ajis Syah
Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar