Sabtu, 24 November 2012

Kejayaan Pakuan Pajajaran dan Hari Jadi Bogor




 Dayeuh Pakuan (Kota Bogor sekarang) pernah mengalami masa jaya ketika menjadi purasaba (ibu kota) kerajaan Pajajaran dengan rajanya yang terkenal Sri Baduga Maharaja( Prabu Siliwangi) dari tahun 1482-1521 Masehi, peristiwa penobatan Sri Baduga pada tanggal 3 Juni 1482 sekarang diperingati sebagai Hari Jadi Bogor. Pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, terjadi hubungan internasional yang pertama dengan bangsa Eropa, bilateral dengan Portugis pada tahun 1513, sedangkan negara negara lainnya yang sempat jadi sahabat dalam perdagangan adalah : Cina, Keling, Parsi, Mesir, Madinah, Campa, Pahang, Kelantan, Jawa dan beberapa puluh negara yang ada di Nusantara lainnya. Untuk kepentingan ini, menurut naskah kuno Kropak 630 Sanghyang Siksakandang Karesian, telah disiapkan "Jurubasa Darmamurcaya" atau maksudnya Juru Penerang Bahasa yang tentu saja termasuk "Ahli Bahasa" dan "Penterjemah Bahasa" di dalamnya. Walaupun saat itu oleh masyarakat dikenal sebagai "Kerajaan Pajajaran" , tapi ketika saling tukar menukar utusan, Sri Baduga Maharaja secara resmi menyebut negerinya sebagai ”KerajaanSunda”. Kembali kepada "Bogor/Pakuan riwayat kejayaanmu dulu", menurut uraian catatan perjalanan Tome Pires seorang Portugis yang mengikuti kunjungan kenegaraan tahun 1513 ke "Pakuan Pajajaran", yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris menjadi "The Suma Oriental" tahun 1944, terdapat reportase tentang keberadaan "DAYO(dayeuh)" sebagai ibukota kerajaan Sunda (Pajajaran). Menurut catatan reportase Tome Pires, penduduk ibukota Pakuan Pajajaran ada 50.000jiwa. Pelabuhan pelabuhan penting kerajaan Pajajaran tercatat : Banten, Pontang, Cigede, Tangerang, Kalapa, Karawang dan Cimanuk. Sehingga Tome Pires menyebut Kerajaan Pajajaran sebagai " Negeri Ksatria dan Pahlawan Laut". Komoditi ekspornya : beras, lada, kain tenun, tamarin (asem), juga diceritakan bagaimana melimpah ruahnya sayuran dan daging di pasar pasar. Impornya : tekstil halus dari Cambay, kuda dari Pariaman 4000 ekor pertahun. Alat pembayaran : Uang Emas dan Uang Kepeng. Mengenai kota Pakuan dan istana tempat kediaman Raja Pajajaran : terdapat rumah rumah yang besar dan indah terbuat dari kayu dan palem. Istana kerajaan dikelilingi oleh 330 pilar (kayu) sebesar tong anggur yang tingginya mencapai 4 fathom (kira kira 9 meter),denganukiranindahdisetiappuncaknya. Kesan tentang Raja Sunda , Tome Pire menulisnya Kerajaan Sunda diperintah dengan adil, hampir sama kesannya dengan penulis naskah kuno "Carita Parahiyangan". Purbatisti-Purbajati atau "Peraturan dan Ajaran Leluhur" yang berlaku umum dan harus dipatuhi disebut sebagai Sanghiyang Siksa yang saat ini naskah aslinya disimpan pada Kropak 630 milik Museum Pusat Jakarta, terdaftar sebagai seri naskah Manuscript Soenda B, Penulisan menjelaskan bahwa nama isi naskah tersebut adalah " Siksakandang Karesian " dan kundangeun urang reya (untuk pegangan hidup orang banyak). Naskah itu terdiri atas 30 lembar dan pada akhir naskah dicantumkan tahun penulisannya nora catur sagara wulan yang berarti tahun 1440 saka atau 1518 masehi. Siksakandang Karesian ini semacam perundang-undangan yang berlaku pada masa itu. Dari naskah kuno itulah kalau kita ingin mengetahui nilai tradisional Kerajaan Pajajaran. Sebab angka tahun penulisan naskah adalah tahun 1518 Masehi, sejaman dengan masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang berkuasa dari tahun 1482 sampai dengan tahun 1521Masehi. Dari naskah Siksakandang Karesian pada lembar ke 13 ada contoh pelajaran moral tentang kritik yang intisarinya : kita harus jembar hati dalam hal menerima kritik, bila kita menerima kritik, budi kita akan makin padat berisi "KANGKEN PARE BEURAT SANGGA" yang berarti "seperti padi runduk karena berat isinya".. Dari Siksakandang Karesian kita akan mengetahui berbagai aspek kehidupan berdasarkan keahliannya masing masing seperti : bila ingin tahu semua cerita wayang, bertanyalah kepada "MEMEN". Bila ingin tahu segala macam lagu bertanyalahkepada "PARAGUNA" (ahli karawitan). Ahli permainan kaulinan disebut "EMPUL", ahli cerita pantun"PREPANTUN". ahli lukis, "LUKIS", ahli tempa besi dan ahli membuat perkakas, "PANDAY", ahli ukir"MARANGGUY", ahli masak, "HAREUP CATRA", ahli batik, "PANGEUYEUK", ahli perang , "HULUJURIT"ahli mantera, "SANG BRAHMANA", ahli ilmu pengetahuan alam , "BUJANGGA", ahli kenegaraan ,"RAJA"ahli tanah, "MANGKUBUMI", ahli pelabuhan, "PUHAWANG" ahli hitung dagang , "CITRIK", ahli bahasa asing, "JURUBASA DARMAMURCAYA". Banyak hal hal yang patut diketahui tentang "kearifan kebudayaan" dari kitab Sanghiyang Siksakandang Karesian. Mungkin naskah kuno kropak 630 itulah merupakan manifestasi "Wangsit Sri Baduga Maharaja" yang sesungguhnya MENGENAI HARI JADI BOGOR. Latarbelakang kebudayaan Sunda dahulu adalah pertanian ladang. Dahulu di ibukota Pajajaran selalu diadakan upacara Gurubumi dan Kuwerabakti tiap tahun. Dalam upacara itu diwajibkan hadir para raja raja daerah dari seluruh daerah Sunda. Waktu upacara dimulai 49 hari setelah penutupan musim panen dan berlangsung selama 9 hari kemudian ditutup dengan upacara Kuwerabakti pada malam bulan purnama. Saat ini di daerah Ciptagelar (Sukabumi -Lebak) upacara Gurubumi masih bisa dilakukan oleh masyarakat adat setempat, yg menarik sesepuh adat di Ciptagelar saat ini mengemukakan bahwa Kuwerabakti tidak bisa dilaksanakan di daerahnya dan hanya bisa dilakukan di dayeuh (PAKUAN/BOGOR) karena Kuwerabakti dahulu hanya dilakukan di ibukota PAJAJARAN. Upacara Gurubumi dan Kuwerabakti dahulu diadakan 49 hari setelah upacara penutupan musim panen di daerah-daerah dan 9 hari sebelum malam bulan purnama (antara minggu kedua Mei sd ketiga Juni). Perhitungan seperti itulah yang mendasari perhitungan HARI JADI BOGOR, yang mengambil momentum upacara Gurubumi dan Kuwerabakti pada tahun 1482 ketika Prabu Siliwangi dinobatkan, "3 JUNI" 1482. Sumber sejarah prasasti batutulis menerangkan sebagai berikut : 1.....wang na pun ini sakakala, prebu ratu purane pun diwastu. 2. diya wingaran prebu guru dewataprana diwastu diya dingaran sri. 3. baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran sri sang ratu de- 4. wata pun ya nu nyusuk na pakwan diya anak rahyang dewa nis- 5. kala sa(ng) sidamokta digunatiga, i(n) cu rahyang niskala wastu. 6. ka(n) canasa(ng) sidamokta kanusalarang , ya siya nyiyan sakaka-. 7. la gugunungan , gablay nyiyan samida, nyiyan sanghyang talaga. 8. rena maha wijaya, ya sinya pun.....i saka, panca panda 9. wa e (m) ban bumi. Transliterasinya: Semoga selamat. Inilah tanda peringatan (untuk) prabu Ratu almarhum, dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana, dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja ratu penguasa di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Dialah yang membuat parit (pertahanan) di Pakuan. Dia anak Rahiyang Dewa Niskala yang mendiang di Gunatiga. cucu sang Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang mendiang ke Nusa Larang. Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung gunungan, mengeraskan (jalan) dengan batu. membuat hutan samida. membuat Sanghiyang Talaga Rena Maha Wijaya. Ya, dialah (yang membuat semua itu). (ditulis) Dalam tahun Saka lima-pandawa-pangasuh-bumi(1455 saka atau (1533 Masehi)). Catatan: Prasasti Batutulis dibuat oleh Surawisea raja pengganti dan putra dari Prabu Siliwangi dalam upacara peringatan setelah 12 tahun meninggal ayahnya yaitu Sri Baduga Maharajá (Prabu Siliwangi) sebagai penghormatan atas kebesaran dan keberhasilan sang ayah selama 39 tahun memimpin Pajajaran. Dari catatan ekspedisi VOC Belanda, berita naskah tua yang tersimpan di musium dan hasil penelitian, bisa diperkirakan parit yg dibuat Sri Baduga Maharaja (Siliwangi) ada di luar benteng Pakuan, membentang dari jembatan bondongan sampai stasiun Batutulis mengikuti alur rel KA sekarang (rel KA adalah dasar parit yang salah satu sisi luarnya telah diratakan). Sedangkan yang disebut Gugunungan dan Telaga Rena Mahawijaya yg disebut dalam prasasti Batutulis terletak di Rancamaya, gugunungan tepatnya adalah bukit badigul Rancamaya yg sekarang menjadi lapangan golf perumahan Rancamaya dan pada kaki bukit badigul ini dahulu terbentang Telaga Rena Mahawijaya yg sekarang telah berubah menjadi perumahan Rancamaya. Demikianlah, Pakuan Pajajaran adalah purasaba (ibukota) kerajaan besar di Jawa Barat, yang pada masanya merupakan tempat tinggalnya Raja Raja Pajajaran dan tempat hadirnya seluruh raja daerah dan para tamu negara dengan upacara besarnya yaitu “KUWERABAKTI” (seba ka raja). Upacara ini hanya dilakukan di ibukota Pajajaran yang sekarang kita namai BOGOR, dan seluruh raja daerah menyampaikan laporan tapanya (tugas pekerjaannya) pada waktu “seba” kepada raja membawa hasil bumi. Persembahan ketika itu dilengkapi diantaranya anjing pangerek (anjing untuk berburu)., kapas untuk bahan kain dan padi. Padi yang disampaikan untuk raja disebut “pangeureus reuma” atau padi yang tumbuh dari sisa gabah yang jatuh ke tanah kemudian tumbuh, jadi untuk makan raja, padi itulah yang diberikan rakyatnya, bukan padi/beras yang istimewa. Inilah contoh bijak seorang raja/pemimpin yang baik dan bijaksana bernama Sri Baduga Maharajá Ratu Hají di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratudewata atau masyarakat menyebutnya sebagai Prabu Siliwangi. Beliau selama 39 tahun memimpin Pajajaran membuat kondisi negara yang damai, negara aman tenteram dan sejahtera dalam tatanan kerajaan dan negara yang terkenal memiliki sistem Agraris Maritim.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar